DASAR-DASAR AKHLAK TASAWUF

MODUL
MATA KULIAH  AKHLAK TASAWUF

BAB   I
PENDAHULUAN

  1. PENGERTIAN


           Tashawwuf  dalam ejaan bahasa Indonesia ditulis Tasauf, berasal dari kata Shafa yang artinya bersih. Dan orang yang hatinya tulus dan bersih dihadapan Khaliknya disebut Shufi. Tasauf juga berarti Shuffah yang berarti serambi mesjid Nabawi di Madinah yang ditempati oleh para Sahabat Nabi yang miskin dari golongan Muhajirin, mereka disebut Ahlu Al-Suffah yang artinya orang-orang yang ikut Nabi hijrah dari Mekah dalam kondisi miskin karena kehilangan harta bendanya. Pendapat lain,,kata Sufi dalam ejaan bahasa Indonesia diambil dari kata Suf, yang artinya kain yang dibuat dari bulu (wool), dan kaum sufi memilih memakai kain dari wool kasar sebagai simbol kesederhanaan mereka. Menurut sejarah disebutkan bahwa orang yang pertama kali memakai istilah sufi yaitu Abu Hasyim Al-Kufi (wafat 150 H) di Irak (Ali Sami Al-Nasar, Nasy’ah Al-Fikri Al-Falsafy Al-islamiy, Mesir;Dar Al-Ma’arif). Pendapt lain mengatakan bahwa kata shufi berasal dari kata shofos (Yunani), yang artinya hikmah.
            Para ahli berbeda pendapat dalam mengartikan Tasauf,bergantung dari sudut pandang yang mereka gunakan.  Menurut Ibrahim Basuni, tidak kurang 40 defenisi , dan menurut Nicholson memaparkan tidak kurang dari 78 defenisi tentang tasauf. Defenisi ini dikelompokan ke dalam tiga katagori, yaitu ahli sufi tahap awal (al-bidayah),Pengamalan praktis ahli Tasauf (al-mujahadah), dan pengalaman dari segi perasaan (al-madzaqat).Tetapi dari beberapa asal usul kata Tasauf di atas,, teori yang mengatakan kata sufi berasal dari kata shuf, yang berarti wool(bulu domba) lebih mendekati kebenaran dan dapat diterima. Sejarah mencatat bahwa para sufi dari kalangan Nasrani dan  Yahudi mempunyai kebiasaan berpakaian dari bahan kulit dan wool kasar sebagai cerminan kezuhudan dan jauh dari sifat ria.
            Demikian banyak depenisi tentang tasauf, tetapi tidak ditemukan pengertian yang mencakup secara konfrehensif. Hal ini disebabkan defenisi  yang dikemukaan didasarkan pada hasil pengalaman bathin mereka yang berbeda-beda dalam melakukan komunikasi dengan Tuhan.
            Dari sekian banyak defenisi-defenisi tentang tasauf, maka munculah defenisi yang dikemukakan oleh JS.Trimingham, yang menyetakan bahwa tasauf berarti “ Suatu cara khusus untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan menggunakan panca indera dan kemampuan spiritual dengan tetap memperhatikan petunjuk-petunjuk yang digariskan dalam agama”. Defenisi tersebut berlaku untuk seluruh  agama dan menjadi sebuah disiplin ilmu.
            Karena sudah menjadi sebuah disiplin ilmu,maka Harun Nassution mendefinisikan bahwa tasauf adalah “ Ilmu yang mempelajari cara dan jalan bagaimana  orang islam dapat sedekat mungkin dengan Allah agar memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan tuhan bahwa seseorang betul-betul berada di hadirat Tuhan” (Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam,Jakarta, Bulan Bintang,1973).

  1. TUJUAN TASAWUF

            Secara garis besar, tujuan tasauf pada prinsifnya yaitu: “Memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan. Dengan intisari adanya kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara ruh manusia dan Tuhan melalui ‘uzlah (mengasingkan diri”).
            
  1. LATAR BELAKANG TIMBULNYA TASAWUF

Pengasingan diri  Rasulullah di Gua Hira merupakan cikal bakal dan benih-benih munculnya tasauf. Di situlah awal Rasulullah mendapatkan hidayah,membersihkan hati dan mensucikan jiwa dari noda-noda duniawi menuju puncak kebesaran,kesempurnaan,kemuliaan jiwa sehingga berbeda dari kebiasaan hidup manusia biasa.

             Fakta sejarah menunjukkan bahwa selama hayat Nabi Muhammad, segenap perilaku beliau menjadi pusat perhatian masyarakat, karena segala sifat terpuji yang terhimpun dalam diri beliau. Amal ibadah beliau tiada tandingannya. Dalam bermunajat kepada Allah, selalu disertai dengan perasaan Khauf dan Raja’ (cemas penuh harap)  dan dinampakkan dengan tangis  penuh penyerahan diri.
             Dalam keseharian,beliau mencontohkan betapa nikmatnya hidup sederhana. Beliau dengan Siti Aisyah tidak pernah makan lebih dari satu kali,dan persediaan makanan beliau tidak lebih dari sepotong roti untuk dimakan tiga orang. Rasulullah pula yang mengajarkan tentang pola hidup sederhana dengan menerima hidup apa adanya, menjadikan hidup rohani lebih tinggi ketimbang hidup meterialistik penuh kemewahan. Beliau pula yang pertama kali mengajak manusia meraih kelezatan hidup lebih tinggi dan abadi, yaitu dengan mendekatkan diri kepada sang Pencipta, Allah SWT.
           Pola hidup dan kehidupan Rasulullah senantiasa menjadi suri tauladan bagi para sahabatnya. Amalan tasawuf seperti dipraktekkan oleh belaiau selanjutnya diikuti para sahabat. Dan  sejarah mencatat bahwa sahabat beliau yang paling dekat adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, ketika mereka menjadi khalifah (Kepala Negara), namun cara hidup mereka tidak mencerminkan kemewahan, sebagaimana kehidupan raja-raja pada umumnya. Mereka tetap hidup sederhana, wara’, tawadhu’,zuhud sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah.
            Abu Bakar, misalnya pernah hidup hanya dengan sehelai kain saja. Hal ini disebabkan konsep hidup beliau seperti halnya Rasulullah. Abu Bakar pernah berkata: “Apabila seorang hamba telah dihinggapi sifat bangga diri karena suatu hiasan duniawi, maka Tuhan akan murka kepadanya, sampai perhiasan  itu diceraikannya”. Pandangan hidup beliau adalah “Dermawan merupakan buah dari taqwa,kekayaan buah dari keyakinan, dan martabat didapat sebagai buah dari Tawadhu”.
            Umar bin Khattab pun memiliki jiwa yang bersih dan kesucian rohani yang tinggi. Rasulullah pernah memuji akhlak Umar bin Khattab, deengan mengatakan : “Allah telah meletakan kebenaran di ujung lidah Umar dan hatinya”. Banyak contoh-contoh yang lainnya.
            Sahabat Usman bin Affan pun demikian. Meskipun ia seorang khalifah yang kaya raya dengan kekayaan yang melimpah ruah, ia tetap dalam pola hidup sederhana.Kekayaannya digunakan untuk menolong yang lemah, juga untuk memperjuangkan serta mengembangkan Islam.
            Khalifah Ali bin Abi Thalib terkenal pula dengan dengan ketinggian ruhaniahnya. Walaupun dengan kedudukan sangat mulia, beliau tidak malu untuk menjahit pakaian sendiri yang robek. Pernah orang bertanya, “Mengapa sampai harus begini  wahai khalifah?” Beliau menjawab, “Untuk mengkhusukan hati dan untuk menjadi teladan bagi orang-orang yang beriman”.
            Begitu pula pula dengan para sahabat yang lain,tidak sedikit jumlahnya yang berpola hidup seperti yang dicontohkan Nabi. Hal ini baru berubah semenjak tampuk kekuasaan khalifah berpindah dari tangan Ali bin Abi Thalib ke tangan Muawiyah yang asalnya sebagai Gubernur Damaskus. Mulailah terjadi perubahan besar-besaran dalam tatanan kehidupan. Kehidupan material mulai didewa-dewakan,dan kehidupan khalifah  beserta keluarganya tidak ada bedanya dengan raja-raja yang lainnya. Muawiyah pula yang mulai membangun Daulah Bani Umayah. Hal paling mencolok dari perpindahan kekuasaan dari Khalifah-khalifah terdahulu kepada Muawiyah, yaitu “ perubahan pola hidup sederhana yang di laksanakan oleh Nabi dan diteruskan oleh para sahabat berubah nenjadi pola hidup mewah dengan bergelimang harta”.
            Hal inilah yang yang melatar-belakangi munculnya secara eksternal ajaran tasauf, karena maraknya kaum elit pemerintahan di masa itu yang bangga dengan kemewahan duniawi. Sedang secara internal, tasauf muncul karena ajaran Islam sendiri; baik dalam Al- Qur’an, hadits,maupun praktek para sahabat; disamping banyak isyarat tentang keharusan seseorang untuk hidup sederhana dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah; dan itu menjadi bagian dari karakteristik kaum sufi.

  1. SUMBER AJARAN TASAWUF

Menurut R.A. Nicholson, dalam bukunya yang berjudul “The Mistik of Islam
Banyak yang berpendapat bahwa Tasauf berasal dari luar Islam yang masuk kedalam Islam. Sebagian lagi berpendapat bahwa tasauf dalam Islam banyak dipengaruhi Nasrani. Diantara buktinya, yaitu adanya pertalian yang erat antara kehidupan orang Arab dengan orang Nasrani sejak zaman sebelum Islam. Banyak para Rahib Nasrani yang datang ke jazirah Arab untuk mengajarkan dasar-dasar hidup kerohanian. Dilihat dari segi-segi ajarannya, latihan rohaninya, bahkan cara berpakaian terdapat persamaan antara para Rahib Nasrani dengan kaum Sufi Islam.
            Pendapat lain mengatakan bahwa tasawuf timbul karena pengaruh ajaran Hindu, adapula yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari ajaran Budha tentang Nirwana. Dikatakan pula bahwa ajaran tasawuf masuk kedalam ajaran Islam karena pengaruh filsafat Emanasi Plotinus.  Menurut Filsafat Emanasi Plotinus : “Roh memancar dari Tuhan kemudian akan kembali kepada-Nya. Tetapi, masuknya roh kea lam materi, menyebabkan ia menjadi kotor. Maka untuk dapat kembalki ketempat Maha Suci, terlebih dahulu ia harus disucikan. Tuhan Maha Suci; dan Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh yang suci. Pencucian roh ini terjadi dengan meninggalkan hidup kematerian, dan dengan mendekatkan diri kepada Tuhan dengan sedekat-dekatnya; kalau bias hendaknya bersatu dengan Tuhan semasih berada dalam hidup ini.”
            Terlepas dari ada dan tidak adanya pengaruh dari luar islam, yang jelas dalam islam sendiri banyak ayat AQl-Qur’an dan Hadits yang membawa kepada timbulnya tasawuf (mendekatkan diri kepada Allah SWT). Lihat QS. AL-Baqarah:186 :




Yang artinya : “Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diriku, (Jawablah bahwa) Aku ini sungguh dekat. Aku mengabulkan seruan yang memanggil jika ia panggil Aku”.

            Menurut para ahli Tasawuf, kata “Do’a”  yang terdapat dalam ayat tersebut, tidak diartikan “berdo’a”, Melainkan diartikan “diseru” atau “dipanggil”. Tuhan mereka panggil,dan Tuhan memeperlihatkan diri-Nya kepada mereka. Hal ini disebabkan pemahaman mereka, bahwa Tuhan begitu dekat dengan mereka, dan mereka memanggil-Nya.
            Begitu pula dalam QS. Al-Baqarah; 115,





Yang artinya: “Timur dan Barat kepunyaan Allah, maka ke mana saja kamu berpaling, disitu pula kamu dapat menjumpai wajah Allah”.

            D.MAQAMAT

       Tasauf,sebagaimana telah disebut di atas,bertujuan memperoleh komunikasi atau hubungan langsung dan disadari  dengan Tuhan,sehingga disadari benar bahwa seseorang berada dihadirat Tuhan atau dekat dengan-Nya. Untuk mencapai itu maka seorang sufi harus menempuh latihan-latihan tertentu.Ia harus menempuh beberapa disiplin kerohanian dalam berbagai pengalaman yang dirasakan dan diperoleh melalui usaha-usaha tertentu yang disebut  maqam (stasion).
    Maqamat (bentuk jamak dari maqam) mengandung arti tingkatan-tingkatan hidup sufi yang telah dapat dicapai oleh para sufi untuk dekatr dengan Tuhan. Menurut Al-Sarraj, maqamat adalah tingkatan-tingkatan seorang hamba di hadapan Tuhan dalam hal ibadah, mujahadah dan riadhah (memerangi dan menguasai hawa nafsu).
Jalan yang harus ditempuh para calon sufi tidaklah mudah,karena sulitnya untuk pindah dari satu maqam ke maqam berikutnya. Untuk mencapai stasion-stasion itu kadang  seorang sufi memerlukan waktu yang panjang.
Istilah-istilah dalam Tasauf serta penjelasan mengenai syasion tersebut di atas adalah sebagai berikut:

1)   Tobat  (                                )

Artinya meminta ampun yang tidak membawa ke dosa itu kembali. Langkah pertama adalah tobat dari dosa kecil dan dosa besar. Tobat dalam tasauf adalah lupa kepada segala hal kecuali kepada Allah semata. Tobat adalah mencintai Allah dan orang mencintai Allah akan senantiasa menjalin hubungan dengan Allah.

2)  Zuhud  (                                )

Untuk memantafkan tobat calon sufi memasuki stasion zuhud, yaitu meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Zuhud merupakan langkah awal dalam perjalan untuk menuju kehidupan seorang sufi.
Ajaran zuhud pada dasarnya tidak dapat dikatakan sebagai meninggalkan dunia secara mutlak, melainkan sikap jiwa yang tidak meletakkan kehidupan dunia sebagai sebuah tujuan.

3)   Wara  (                               )

Artinya sebuah sikap mau meninggalkan segala sesuatu yang didalamnya terdapat subhat (keragu-raguan) tentang halalnya sesuatu.

4)   Kefakiran  (                               )

Artinya tidak meminta lebih dari pada apa yaqng telah ada pada diri kita. Tidak meminta rizki kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban, bahkan tidak meminta kendatipun tak ada pada diri kita. Kalau diberi diterima; tidak meminta tetapi tidak menolak.

5)   Sabar  (                                    )

Sabar dalam arti sabar menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi setiap larangannya,menerima musibah,percobaan dan ujian yang ditimpakan seraya menunggu pertolongan dari Allah.

6)   Tawakal  (                                      )

Artinya menyerah kepada qada dan putusan Allah. Sikap tawakal kaum sufi adalah menerima pemberian dengan penuh syukur, kalu tidak menerima apa-apa tetap sabar dan mnyerah kepada qada dan kadar Allah.
Sikap ini ditampilkan dengan tidak pernah berfikir tentang hari esok,melainkan cukup hanya untuk hari ini.

7)  Kerelaan  (                                       )

Artinya tidak menentang terhadap qada dan kadar Allah,melainkan menerima dengan senang hati setiap nikmat dan musibah. Kerelaan ditampilkan pula dengan tidak pernah meminta untuk dimasukan ke surga, juga tidak pernah meminta untuk dijauhkan dari neraka.

8)  Mahabbah  (                                    )

Artinya sebuah kepatuhan tanpa kompromi, penyerahan diri secara total, dan pengosongan hati dari segala sesuatu kecuali yang dikasihi, yaitu Allah. Hati yang mabbah dipenuhi dengan cinta, sehingga tidak tempat untuk benci kepada apa dan siapapun. Ia mencintai Tuhan dengan segenap makhluk-Nya.

9)  Makrifah  (                                        )

Artinya mengetahui tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan. Di stasion  ini sufi telah dekat sekali dengan Tuhan, tetapi ia belum puas dengan berhadapan saja, melainkan ia ingin lebih dekat lagi dan bersatu dengan Tuhan.
Pengetahuan tentang Tuhan menurut kaum sufi ada tiga macam, yaitu:
a.   Pengetahuan awam, yaitu Tuhan satu dengan perantaraan syahadat.
b.   Pengetahuan Ulama, yaitu Tuhan satu dengan perantara akal dan
c.   Pengetahuan Sufi, yaitu Tuhan satu dengan perantara hati sanubari.

Makrifah tidak dating begitu saja, melainkan diberikan langsung oleh Allah. Makrifah dapat diperoleh sufi melalui alat yang disebut Sir (alat untuk melihat Tuhan), Qalbu (mengetahui sifat-sifat Tuhan), dan ruh (untuk mencintai Tuhan).

10)  Al-Fana Wal-Baqa (                                                        )

Artinya seorang sufi apabila ingin bersatu dengan Tuhan ia harus menghancurkan dirinya (maksudnya : hancurnya perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia). Selama ia masih sadar akan dirinya, ia tidak akan dapat bersatu dengan Tuhan. Penghancuran itu disebut (                          ). Penghancuran dalam istilah sufi  selalu diiringi dengan Baqa (                             ).

11) Al – Ittihad  (                                                 )

Artinya sebuah tingkatan dimana seorang sufi telah menyatu dengan Tuhan, suatu tingkatan dimana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka memanggil yang lainnya dengan kata-kata ; wahai aku !









           
            
           
            
                   


            

Comments

  1. Untuk mahasiswa STAI Riyadhul Jannah Subang.....Mudah2an bermanfaat.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

MODUL 02 KELAS X-1 MASA PRA AKSARA/ PRASEJARAH (Bersama: Drs. Zulpikar Kh)

MODUL 3 SEJARAH (X-2) Asal Usul dan Persebaran Manusia di Kepulauan Indonesia (Origin and Dispersion of People in Indonesian Archipelago)

Sistem Tanam Paksa dan Dampaknya