SEJARAH PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA
Kemerdekaan Indonesia mendapat gangguan
dari pihak Belanda. Hal ini terbukti dengan adanya pasukan Belanda yang ikut
membonceng pasukan sekutu. Belanda ingin menjajah Indonesia kembali. Akan
tetapi rakyat berjuang sekuat tenaga mempertahankan kemerdekaan Pernahkah di
sekolah kalian mengadakan kegiatan ziarah ke Taman Makam Pahlawan? Kegiatan
ziarah tersebut tidak harus di tempat yang jauh. Mungkin di daerah sekitar
kalian juga ada makam pahlawan. Pada setiap tanggal 10 November biasanya banyak
peziarah datang ke makam-makam pahlawan, baik para pelajar maupun masyarakat
dalam memperingati hari Pahlawan. Mengapa setiap tanggal 10 November bangsa
Indonesia memperingati hari Pahlawan? Peringatan itu sebagai salah satu bentuk
penghargaan bangsa Indonesia terhadap kepahlawanan rakyat Surabaya pada tanggal
10 Nopember 1945 yang merupakan tekad perjuangan seluruh rakyat Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaan. Masih banyak lagi pahlawan-pahlawan kusuma bangsa
yang telah rela berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sebab
waktu itu bangsa Indonesia ibaratnya sebagai rumah tangga yang baru, banyak
tantangan dan hambatan yang dihadapi. Oleh karena itu bangsa Indonesia berjuang
menggunakan senjata maupun diplomasi untuk mempertahankan kemerdekaan sehingga tetap
menjadi bangsa yang berdaulat.
A Faktor-Faktor yang
Menyebabkan Terjadinya Konflik Antara Indonesia dengan Belanda
Faktor-faktor apakah yang menyebabkan
konflik Indonesia-Belanda Bagaimana peran dunia internasional dalam
menyelesaikan konflik tersebut? Apa pengaruh konflik tersebut terhadap
keberadaan NKRI? Dan bagaimana perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaan sehingga Belanda keluar dari Indonesia? Hal ini akan kita pelajari
dalam bab ini agar kita mampu meneladani kebulatan tekad para pahlawan kita.
Perjuangan bangsa Indonesia semenjak Proklamasi Kemerdekaan hari demi hari
semakin nyata hasilnya. Akan tetapi tantangan yang dihadapi selalu silih
berganti. Seperti telah kita ketahui bahwa Proklamasi Kemerdekaan
dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Selanjutnya pada tanggal 18
Agustus 1945 ditetapkan Undang-Undang Dasar (UUD 1945) dan dipilih Ir. Soekarno
sebagai Presiden sedangkan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden. Perjuangan
bangsa Indonesia selanjutnya semakin berat karena harus mempertahankan
kemerdekaan dari rongrongan kekuasaan bangsa asing.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda sebagai berikut.
Semenjak Jepang menyerah kepada Sekutu
pada tanggal 14 Agustus 1945 secara hukum tidak lagi berkuasa di Indonesia.
Pada tanggal 10 September 1945 Panglima Bala Tentara Kerajaan Jepang di Jawa
mengumumkan bahwa pemerintahan akan diserahkan kepada Sekutu dan tidak kepada
pihak Indonesia. Pada tanggal 14 September 1945 Mayor Greenhalgh datang di
Jakarta. la merupakan perwira Sekutu yang pertama kali datang ke Indonesia.
Tugas Greenhalgh adalah mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia
menjelang pendaratan rombongan Sekutu. Pada tanggal 29 September 1945 pasukan
Sekutu mendarat di Indonesia antara lain bertugas melucuti tentara Jepang.
Tugas ini dilaksanakan Komando Pertahanan Sekutu di Asia Tenggara yang bernama
South East Asia Command (SEAC) di bawah pimpinan Lord Louis Mountbatten yang
berpusat di Singapura. Untuk melaksanakan tugas itu, Mountbatten membentuk
suatu komando khusus yang diberi nama Allied Forces Netherland East Indies
(AFNEI) di bawah Letnan Jenderal Sir Philip Christison.
Adapun tugas AFNEI di Indonesia adalah :
1. menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang;
2. membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu;
3. melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan;
4. menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil; dan
5. menghimpun keterangan dan menuntut penjahat perang.
Adapun tugas AFNEI di Indonesia adalah :
1. menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang;
2. membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu;
3. melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan;
4. menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil; dan
5. menghimpun keterangan dan menuntut penjahat perang.
Pasukan AFNEI mulai mendarat di Jakarta
pada tanggal 29 September 1945 yang terdiri dari tiga divisi yaitu :
1. Divisi India ke-23, di bawah pimpinan Mayor Jendral D.C. Hawthorn yang bertugas untuk daerah Jawa Barat;
2. Divisi India ke-5, di bawah pimpinan Mayor Jenderal E.C. Marsergh yang bertugas untuk daerah Jawa Timur;
3. Divisi India ke-26, di bawah pimpinan Mayor Jenderal H.M. Chambers yang bertugas untuk daerah Sumatra.
1. Divisi India ke-23, di bawah pimpinan Mayor Jendral D.C. Hawthorn yang bertugas untuk daerah Jawa Barat;
2. Divisi India ke-5, di bawah pimpinan Mayor Jenderal E.C. Marsergh yang bertugas untuk daerah Jawa Timur;
3. Divisi India ke-26, di bawah pimpinan Mayor Jenderal H.M. Chambers yang bertugas untuk daerah Sumatra.
Pasukan-pasukan AFNEI hanya bertugas di
Sumatera dan Jawa, sedangkan untuk daerah Indonesia lainnya diserahkan tugasnya
kepada angkatan perang Australia. Pada mulanya kedatangan Sekutu disambut
dengan senang hati oleh bangsa Indonesia. Hal ini karena mereka mengumandangkan
perdamaian. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa Sekutu secara diam-diam
membawa orang-orang Netherland Indies Civil Administration (NICA), yakni
pegawai-pegawai sipil Belanda maka bangsa Indonesia curiga dan akhirnya
menimbulkan permusuhan.
NICA berusaha mempersenjatai kembali
KNIL (Koninklijk Nerderlands Indisch Leger, yaitu Tentara Kerajaan Belanda yang
ditempatkan di Indonesia). Orang-orang NICA dan KNIL di Jakarta, Surabaya dan
Bandung mengadakan provokasi sehingga memancing kerusuhan. Sebagai pimpinan
AFNEI, Christison menyadari bahwa untuk kelancaran tugasnya diperlukan bantuan
dari Pemerintah Republik Indonesia. Oleh karena itu diadakanlah perundingan
dengan pemerintah RI. Christison mengakui pemerintahan de facto Republik
Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945. la tidak akan mencampuri persoalan yang
menyangkut status kenegaraaan Indonesia. Dalam kenyataannya pasukan Sekutu
sering membuat hura-hara dan tidak menghormati kedaulatan bangsa Indonesia.
Gerombolan NICA sering melakukan teror terhadap pemimpin-pemimpin kita. Dengan
demikian bangsa Indonesia mengetahui bahwa kedatangan Belanda yang membonceng
AFNEI adalah untuk menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Oleh karena
itu bangsa kita berjuang dengan cara-cara diplomasi maupun kekuatan senjata
untuk melawan Belanda yang akan menjajah kembali. Konflik antara Indonesia
dengan Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia intemasional untuk
menyelesaikannya.
B Peran Dunia
Internasional dalam Penyelesaian Konflik Indonesia-Belanda
Masuknya kembali Belanda ke Indonesia
dengan membonceng Sekutu ternyata berakibat konflik yang berkepanjangan antara Indonesia
dengan Belanda. Untuk itu bangsa Indonesia berjuang dengan cara diplomasi
maupun kekuatan senjata. Pada tanggal 25 Maret 1947 Indonesia dan Belanda
menandatangani Persetujuan Linggajati. Meskipun persetujuan Linggajati
ditandatangani, namun hubungan antara
Indonesia dengan Belanda semakin memburuk. Belanda melakukan pelanggaran terhadap persetujuan Linggajati maupun perjanjian gencatan yang diadakan sebelumnya dengan melancarkan agresi militer terhadap pemerintahan Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947. Kota-kota di Sumatera maupun Jawa digempur dengan pasukan bersenjata lengkap dan modern. Pada tanggal 29 Juli 1947 Pesawat Dakota VT-CLA yang membawa obat-obatan dari Singapura sumbangan Palang Merah Malaya (Malaysia) kepada Indonesia ditembak oleh pesawat Belanda di Yogyakarta. Gugur dalam peristiwa ini di antaranya Komodor Muda Udara A. Adisutjipto dan Komodor Muda Udara Dr. Abdurrahman Saleh. Bagaimana reaksi dunia luar terhadap tindakan Belanda yang melakukan tindakan kekerasan terhadap Indonesia tersebut? Pada tanggal 31 Juli 1947 India dan Australia mengajukan masalah Indonesia- Belanda ini kepada Dewan Keamanan PBB. Dalam Sidang Dewan Keamanan pada tanggal 1 Agustus 1947 dikeluarkan resolusi yang mengajak kedua belah pihak untuk menghentikan tembak menembak, menyelesaikan pertikaian melalui perwasitan (arbitrase) atau dengan cara damai yang lain. Menindaklanjuti ajakan PBB untuk penyelesaian dengan cara damai, maka Republik Indonesia menugaskan Sutan Syahrir dan H. Agus Salim sebagai duta yang berbicara dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Sutan Syahrir menyatakan bahwa untuk mengakhiri konflik antara Indonesia dengan Belanda jalan satu-satunya adalah pembentukan Komisi Pengawas dalam pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan. Ditambahkan pula agar Dewan Keamanan menerima usul Australia secara keseluruhan dan penarikan pasukan Belanda ke tempat kedudukan sebelum agresi militer. Usul ini didukung oleh Rusia dan Polandia. Di samping itu Rusia juga mengusulkan pembentukan Komisi Pengawas gencatan senjata.
Usul di atas didukung oleh Amerika Serikat, Australia, Brazilia, Columbia, Polandia, dan Suriah tetapi diveto Perancis, sebab dianggap terlalu menguntungkan Indonesia. Pada tanggal 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB menerima usul Amerika Serikat tentang pembentukan Komisi Jasa-Jasa Baik (Committee of Good Offices) untuk membantu menyelesaikan pertikaian Indonesia-Belanda. Komisi inilah yang kemudian dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN), yang terdiri atas :
a. Australia (diwakili oleh Richard C. Kirby), atas pilihan Indonesia,
b. Belgia (diwakili oleh Paul Van Zeeland), atas pilihan Belanda,
c. Amerika Serikat (diwakili oleh Dr. Frank Porter Graham), atas pilihan Australia dan Belgia.
Indonesia dengan Belanda semakin memburuk. Belanda melakukan pelanggaran terhadap persetujuan Linggajati maupun perjanjian gencatan yang diadakan sebelumnya dengan melancarkan agresi militer terhadap pemerintahan Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947. Kota-kota di Sumatera maupun Jawa digempur dengan pasukan bersenjata lengkap dan modern. Pada tanggal 29 Juli 1947 Pesawat Dakota VT-CLA yang membawa obat-obatan dari Singapura sumbangan Palang Merah Malaya (Malaysia) kepada Indonesia ditembak oleh pesawat Belanda di Yogyakarta. Gugur dalam peristiwa ini di antaranya Komodor Muda Udara A. Adisutjipto dan Komodor Muda Udara Dr. Abdurrahman Saleh. Bagaimana reaksi dunia luar terhadap tindakan Belanda yang melakukan tindakan kekerasan terhadap Indonesia tersebut? Pada tanggal 31 Juli 1947 India dan Australia mengajukan masalah Indonesia- Belanda ini kepada Dewan Keamanan PBB. Dalam Sidang Dewan Keamanan pada tanggal 1 Agustus 1947 dikeluarkan resolusi yang mengajak kedua belah pihak untuk menghentikan tembak menembak, menyelesaikan pertikaian melalui perwasitan (arbitrase) atau dengan cara damai yang lain. Menindaklanjuti ajakan PBB untuk penyelesaian dengan cara damai, maka Republik Indonesia menugaskan Sutan Syahrir dan H. Agus Salim sebagai duta yang berbicara dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Sutan Syahrir menyatakan bahwa untuk mengakhiri konflik antara Indonesia dengan Belanda jalan satu-satunya adalah pembentukan Komisi Pengawas dalam pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan. Ditambahkan pula agar Dewan Keamanan menerima usul Australia secara keseluruhan dan penarikan pasukan Belanda ke tempat kedudukan sebelum agresi militer. Usul ini didukung oleh Rusia dan Polandia. Di samping itu Rusia juga mengusulkan pembentukan Komisi Pengawas gencatan senjata.
Usul di atas didukung oleh Amerika Serikat, Australia, Brazilia, Columbia, Polandia, dan Suriah tetapi diveto Perancis, sebab dianggap terlalu menguntungkan Indonesia. Pada tanggal 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB menerima usul Amerika Serikat tentang pembentukan Komisi Jasa-Jasa Baik (Committee of Good Offices) untuk membantu menyelesaikan pertikaian Indonesia-Belanda. Komisi inilah yang kemudian dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN), yang terdiri atas :
a. Australia (diwakili oleh Richard C. Kirby), atas pilihan Indonesia,
b. Belgia (diwakili oleh Paul Van Zeeland), atas pilihan Belanda,
c. Amerika Serikat (diwakili oleh Dr. Frank Porter Graham), atas pilihan Australia dan Belgia.
Pada tanggal 27 Oktober 1947 KTN tiba
di Jakarta untuk melaksanakan tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya, KTN
mengalami kesulitan karena Indonesia maupun Belanda tidak mau bertemu di
wilayah yang dikuasai pihak lainnya. Akhirnya KTN berhasil mempertemukan
Indonesia-Belanda dalam suatu perundingan yang berlangsung pada tanggal 8 Desember
1947 di atas kapal perang Amerika Serikat “Renville” yang berlabuh di teluk
Jakarta. Perundingan ini dikenal dengan perundingan Renville. Akibat dari
perundingan Renville wilayah Rl semakin sempit dan kehilangan daerah-daerah
yang kaya karena diduduki Belanda.
Aksi militer Belanda tanggal 21 Juli
1947 terhadap Republik Indonesia menimbulkan reaksi dunia luar. Inggris dan
Amerika Serikat tidak setuju dengan tindakan Belanda itu, tetapi ragu-ragu
turun tangan. Di antara negara yang tampil mendukung Indonesia adalah Autralia
dan India. Australia mendukung Indonesia karena ingin menegakkan perdamaian dan
keamanan dunia sesuai dengan piagam PBB. Di samping itu Partai Buruh Australia
yang sedang berkuasa sangat simpatik terhadap perjuangan kemerdekaan. Sedangkan
India mendukung Indonesia karena solidaritas sama-sama bangsa Asia juga senasib
karena sebagai bangsa yang menentang penjajahan. Hubungan Indonesia dengan
India terjalin baik terbukti pada tahun 1946 Indonesia menawarkan bantuan padi
sebanyak 500.000 ton untuk disumbangkan kepada India yang sedang dilanda bahaya
kelaparan. Sebaliknya India juga menawarkan benang tenun, alat-alat pertanian,
dan mobil. Pada waktu Belanda melakukan aksi militernya yang kedua yakni pada
tanggal 19 Desember 1948, Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru dan
Perdana Menteri Birma (Myanmar) U Aung San memprakarsai Konferensi Asia.
Konferensi ini diselanggarakan di New Delhi dari tanggal 20 – 23 Januari 1949
yang dihadiri oleh utusan dari negara-negara Afganistan, Australia, Burma
(Myanmar), Sri Langka, Ethiopia, India, Iran, Iraq, Libanon, Pakistan,
Philipina, Saudi Arabia, Suriah dan Yaman. Hadir sebagai peninjau adalah wakil
dari negara-negara Cina, Nepal, Selandia Baru, dan Muangthai. Wakil-wakil dari
Indonesia yang hadir antara lain Mr. A.A. Maramis, Mr. Utojo, Dr. Surdarsono,
H. Rasjidi, dan Dr. Soemitro Djojohadikusumo. Konferensi Asia tersebut
menghasilkan resolusi yang kemudian disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB. Isi
resolusinya antara lain sebagai berikut.
a. Pengembalian Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b. Pembentukan perintah ad interim yang mempunyai kemerdekaan dalam politik luar negeri, sebelum tanggal 15 Maret 1949;
c. Penarikan tentara Belanda dari seluruh Indonesia
d. Penyerahan kedaulatan kepada pemerintah Indonesia Serikat paling lambat pada tanggal 1 Januari 1950.
Dengan adanya dukungan dari negara-negara di Asia, Afrika, Arab, dan Australia terhadap Indonesia, maka pada tanggal 28 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang disampaikan kepada Indonesia dan Belanda sebagai berikut.
a. Mendesak Belanda untuk segera dan sungguh-sungguh menghentikan seluruh operasi militernya dan mendesak pemerintah RI untuk memerintahkan kesatuan-kesatuan gerilya supaya segera menghentikan aksi gerilya mereka.
b. Mendesak Belanda untuk membebaskan dengan segera tanpa syarat Presiden dan Wakil Presiden beserta tawanan politik yang ditahan sejak 17 Desember 1948 di wilayah RI; pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta dan membantu pengembalian pegawai-pegawai RI ke Yogyakarta agar mereka dapat menjalankan tugasnya dalam suasana yang benar-benar bebas.
c. Menganjurkan agar RI dan Belanda membuka kembali perundingan atas dasar persetujuan Linggar jati dan Renville, dan terutama berdasarkan pembentukan suatu pemerintah ad interim federal paling lambat tanggal 15 Maret 1949, Pemilihan untuk Dewan Pembuatan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Serikat selambat-Iambatnya pada tanggal l Juli 1949.
d. Sebagai tambahan dari putusan Dewan Keamanan, Komisi Tiga Negara diubah menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia = Komisi PBB untuk Indonesia dengan kekuasaan yang lebih besar dan dengan hak mengambil keputusan yang mengikat atas dasar mayoritas. Tugas UNCI adalah membantu melancarkan perundingan-perundingan untuk mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah Republik; untuk mengamati pemilihan dan berhak memajukan usul-usul mengenai berbagai hal yang dapat membantu tercapainya penyelesaian.
a. Pengembalian Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b. Pembentukan perintah ad interim yang mempunyai kemerdekaan dalam politik luar negeri, sebelum tanggal 15 Maret 1949;
c. Penarikan tentara Belanda dari seluruh Indonesia
d. Penyerahan kedaulatan kepada pemerintah Indonesia Serikat paling lambat pada tanggal 1 Januari 1950.
Dengan adanya dukungan dari negara-negara di Asia, Afrika, Arab, dan Australia terhadap Indonesia, maka pada tanggal 28 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang disampaikan kepada Indonesia dan Belanda sebagai berikut.
a. Mendesak Belanda untuk segera dan sungguh-sungguh menghentikan seluruh operasi militernya dan mendesak pemerintah RI untuk memerintahkan kesatuan-kesatuan gerilya supaya segera menghentikan aksi gerilya mereka.
b. Mendesak Belanda untuk membebaskan dengan segera tanpa syarat Presiden dan Wakil Presiden beserta tawanan politik yang ditahan sejak 17 Desember 1948 di wilayah RI; pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta dan membantu pengembalian pegawai-pegawai RI ke Yogyakarta agar mereka dapat menjalankan tugasnya dalam suasana yang benar-benar bebas.
c. Menganjurkan agar RI dan Belanda membuka kembali perundingan atas dasar persetujuan Linggar jati dan Renville, dan terutama berdasarkan pembentukan suatu pemerintah ad interim federal paling lambat tanggal 15 Maret 1949, Pemilihan untuk Dewan Pembuatan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Serikat selambat-Iambatnya pada tanggal l Juli 1949.
d. Sebagai tambahan dari putusan Dewan Keamanan, Komisi Tiga Negara diubah menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia = Komisi PBB untuk Indonesia dengan kekuasaan yang lebih besar dan dengan hak mengambil keputusan yang mengikat atas dasar mayoritas. Tugas UNCI adalah membantu melancarkan perundingan-perundingan untuk mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah Republik; untuk mengamati pemilihan dan berhak memajukan usul-usul mengenai berbagai hal yang dapat membantu tercapainya penyelesaian.
Resolusi itu dirasa oleh bangsa
Indonesia masih ada kekurangan yakni bahwa Dewan Keamanan PBB tidak mendesak
Belanda untuk mengosongkan daerah-daerah RI selain Yogyakarta. Di samping itu
Dewan Keamanan tidak memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap resolusinya.
Akan tetapi, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai maka selalu
menaati semua isi resolusi sepanjang sesuai dengan prinsip Indonesia Merdeka
dan sikap berperang untuk mempertahankan diri.
Pengaruh Konflik Indonesia-Belanda
terhadap Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Persetujuan Linggajati yang
ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 antara Indonesia-Belanda sebagai
upaya mengatasi konflik melalui jalur diplomasi. Akan tetapi, Belanda
mengingkari perundingan ini dengan jalan melakukan agresi militer pertama pada
tanggal 21 Juli 1947. Tujuan Belanda tidak dapat melakukannya sekaligus, oleh
karena itu untuk tahap pertama Belanda harus mencapai sasaran sebagai berikut.
- Bidang Politik : Pengepungan ibu kota RI dan penghapusan RI dari peta (menghilangkan de facto RI).
- Bidang Ekonomi: perebutan daerah-daerah penghasil bahan makanan (daerah beras di Jawa Barat dan Jawa Timur) dan bahan ekspor (perkebunan di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera serta pertambangan dan perkebunan di Sumatera)
- Bidang Militer: Penghancuran TNI.
Jika tahap pertama ini dapat berhasil maka tahap berikutnya adalah meng-hancurkan RI secara total. Ibu kota RI pada waktu itu terkepung sehingga hubungan ke luar sulit dan ekonomi RI mengalami kesulitan karena daerah-daerah penghasil beras jatuh ke tangan Belanda. Akan tetapi untuk menghancurkan TNI mengalami kesulitan sebab TNI menggunakan siasat perang rakyat semesta dengan bergerilya dan bertahan di desa-desa. Dengan demikian Belanda hanya menguasai dan bergerak di kota-kota besar dan jalan-jalan raya, sedangkan di luar itu masih dikuasai TNI.
- Bidang Politik : Pengepungan ibu kota RI dan penghapusan RI dari peta (menghilangkan de facto RI).
- Bidang Ekonomi: perebutan daerah-daerah penghasil bahan makanan (daerah beras di Jawa Barat dan Jawa Timur) dan bahan ekspor (perkebunan di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera serta pertambangan dan perkebunan di Sumatera)
- Bidang Militer: Penghancuran TNI.
Jika tahap pertama ini dapat berhasil maka tahap berikutnya adalah meng-hancurkan RI secara total. Ibu kota RI pada waktu itu terkepung sehingga hubungan ke luar sulit dan ekonomi RI mengalami kesulitan karena daerah-daerah penghasil beras jatuh ke tangan Belanda. Akan tetapi untuk menghancurkan TNI mengalami kesulitan sebab TNI menggunakan siasat perang rakyat semesta dengan bergerilya dan bertahan di desa-desa. Dengan demikian Belanda hanya menguasai dan bergerak di kota-kota besar dan jalan-jalan raya, sedangkan di luar itu masih dikuasai TNI.
Dalam Agresi Militer pertama ini
walaupun Belanda berhasil menduduki beberapa daerah kekuasaan RI akan tetapi
secara politis Republik Indonesia naik kedudukannya di mata dunia.
Negara-negara lain merasa simpati seperti Liga Arab yang sejak 18 November 1946
mengakui kemerdekaan Indonesia. Pemerintah Arab Saudi yang semula ragu-ragu
mengakui kemerdekaan Indonesia kemudian mengakui pula. Agresi militer Belanda
terhadap Indonesia mengakibatkan permusuhan negara-negara Arab terhadap Belanda
dan menjadi simpati terhadap Indonesia. Dengan demikian dapat menguatkan
kedudukan RI terutama di kawasan penting secara politik yaitu Timur Tengah.
Dengan adanya agresi militer pertama maka Dewan Keamanan PBB ikut campur tangan
dengan membentuk Komisi Tiga Negara. Melalui serangkaian perundingan yakni
Perundingan Renville dan Perundingan Kaliurang merupakan upaya untuk mengatasi
konflik. Sebagai negara yang cinta damai Indonesia bersedia berunding, namun
Belanda menjawab lagi dengan kekerasan yakni melakukan agresinya yang kedua.
Pada Waktu Agresi Militer Belanda Kedua
Pada tanggal18 Desember 1948, pukul 23.30, Dr. Beel mengumumkan sudah tidak
terikat lagi dengan Perundingan Renville. Pada tanggal 19 Desember 1948, pukul
06.00, Belanda melancarkan agresinya yang kedua dengan menggempur ibu kota RI,
Yogyakarta. Dalam peristiwa ini pimpinan-pimpinan RI ditawan oleh Belanda.
Mereka adalah Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Syahrir (Penasihat
Presiden) dan sejumlah menteri termasuk Menteri Luar Negeri Agus Salim.
Presiden Soekarno diterbangkan ke Prapat di tepi Danau Toba dan Wakil Presiden
Moh. Hatta ke Bangka. Presiden Soekarno kemudian dipindahkan ke Bangka. Dengan
ditawannya pimpinan-pimpinan negara RI dan jatuhnya Yogyakarta, Dr. Beel
menyatakan bahwa Republik Indonesia tidak ada lagi. Belanda mengira bahwa dari
segi militer aksi itu berhasil dengan gemilang. Belanda menyatakan demikian
karena akan membentuk Pemerintah Federal. Sementara tanpa keikutsertaan
Republik Indonesia. Padahal Republik Indonesia tetap ada dengan dibentuknya
Pemerintah Darurat Republik Indonesia. Sebab sebelum pasukan-pasukan Belanda
tiba,
pemerintah RI mengirimkan telegram
kepada Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berkunjung ke
Sumatera untuk mendirikan Pemerintah Darurat RI (PDRI). Seandainya
Syafruddin tidak dapat menjalankan tugas, maka Presiden Soekarno menugaskan
kepada Dr. Sudarsono, L.N. Palar, dan Mr. A.A. Maramis yang sedang di New Delhi
untuk membentuk Pemerintah Pelarian (Exile Government) di India. Pada tanggal
19 Desember 1948 Syafruddin Prawiranegara berhasil mendirikan Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera. Sementara itu
sampai dengan Januari 1949, Belanda menambah pasukannya ke daerah RI untuk
menunjukkan bahwa mereka berkuasa. Akan tetapi kenyataannya Belanda hanya
menguasai di kota-kota dan jalan raya dan Pemerintahan RI masih berlangsung
sampai di desa-desa. Rakyat dan TNI bersatu berjuang melawan Belanda dengan
siasat perang gerilya. TNI di bawah pimpinan Jenderal Sudirman menyusun
kekuatan yang kemudian melancarkan serangan terhadap Belanda. Alat-alat
perhubungan seperti kawat-kawat telepon diputuskan, jalan-jalan kereta api di
rusak, jembatan: dihancurkan agar tidak dapat digunakan Belanda. Jenderal
Sudirman walaupun dalam keadaan sakit masih memimpin perjuangan dengan
bergerilya di Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan menjelajahi daerah-daerah
pedesaan, naik gunung turun gunung. Route perjalanan yang ditempuh dari
Yogyakarta, Surakarta, Madiun, dan Kediri. Perhatikan route gerilya Panglima
Besar Jenderal Sudirman berikut ini!
Pada tanggal 23 Desember 1948
Pemerintah Darurat RI di Sumatera mengirimkan perintah Kepada wakil RI di PBB
lewat radio yang isinya bahwa pemerintah RI bersedia memerintahkan penghentian
tembak menembak dan memasuki meja perundingan. Ketika Belanda tidak
mengindahkan Resolusi Dewan Keamanan PBB tanggal 28 Januari 1949 tentang
penghentian tembak menembak dan mereka yakin bahwa R1 tinggal namanya,
dilancarkanlah Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai bukti bahwa RI masih ada dan
TNI masih kuat. Dalam serangan ini pihak RI berhasil memukul mundur kedudukan
Belanda di Yogyakarta selama 6 jam. Dengan kenyataan-kenyataan di atas
membuktikan bahwa pada waktu konflik Indonesia-Belanda maka Negara Kesatuan RI
tetap ada walaupun pihak Belanda menganggap RI sudah tidak ada.
D Aktivitas Diplomasi
Indonesia di Dunia Internasional untuk Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Salah satu bentuk perjuangan bangsa
Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan adalah perjuangan diplomasi, yakni
perjuangan melalui meja perundingan. Ketika Belanda ingin menanamkan kembali
kekuasaannya di Indonesia temyata selalu mendapat perlawanan dari bangsa
Indonesia. Oleh karena itu pemimpin Sekutu berusaha mempertemukan antara
pemimpin Indonesia dengan Belanda melalui
1. Pertemuan
Soekarno-Van Mook
Pertemuan antara wakil-wakil Belanda
dengan para pemimpin Indonesia diprakarsai oleh Pang lima AFNEI Letnan Jenderal
Sir Philip Christison pada tanggal 25 Oktober 1945. Dalam pertemuan tersebut
pihak Indonesia diwakili oleh Soekarno, Mohammad Hatta, Ahmad Sobardjo, dan H.
Agus Salim, sedangkan pihak Belanda diwakili Van Mook dan Van Der Plas.
Pertemuan ini merupakan pertemuan untuk menjajagi kesepakatan kedua belah pihak
yang berselisih. Presiden Soekamo mengemukakan kesediaan Pemerintah Republik
Indonesia untuk berunding atas dasar pengakuan hak rakyat Indonesia untuk
menentukan nasibnya sendiri. Sedangkan Van Mook mengemukakan pandangannya
mengenai masalah Indonesia di masa depan bahwa Belanda ingin menjalankan untuk
Indonesia menjadi negara persemakmuran berbentuk federal yang memiliki
pemerintah sendiri di lingkungan kerajaan Belanda. Yang terpenting menurut Van
Mook bahwa pemerintah Belanda akan memasukkan Indonesia menjadi anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tindakan Van Mook tersebut disalahkan oleh
Pemerintah Belanda terutama oleh Parlemen, bahkan Van Mook akan dipecat dari
jabatan wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Indonesia).
Pertemuan ini dilaksanakan pada tanggal
17 November 1945 bertempat di Markas Besar Tentara Inggris di Jakarta ( Jalan
Imam Bonjol No.1). Dalam pertemuan ini pihak Sekutu diwakili oleh Letnan
Jenderal Christison, pihak Belanda oleh Dr. H.J. Van Mook, sedangkan delegasi
Republik Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Sebagai
pemrakarsa pertemuan ini, Christison bermaksud mempertemukan pihak Indonesia
dan Belanda di samping menjelaskan maksud kedatangan tentara Sekutu, akan
tetapi pertemuan ini tidak membawa hasil.
3. Perundingan
Sjahrir – Van Mook
Pertemuan-pertemuan yang diprakarsai
oleh Letnan Jenderal Christison selalu mengalami kegagalan. Akan tetapi pemerintah
Inggris terus berupaya mempertemukan Indonesia dengan Belanda bahkan
ditingkatkan menjadi perundingan. Untuk mempertemukan kembali pihak Indonesia
dengan pihak Belanda, pemerintah Inggris mengirimkan seorang diplomat ke
Indonesia yakni Sir Archibald Clark Kerr sebagai penengah. Pada tanggal 10
Februari 1946 perundingan Indonesia-Belanda dimulai. Pada waktu itu Van Mook
menyampaikan pernyataan politik pemerintah Belanda antara lain sebagai berikut.
(1) Indonesia akan dijadikan negara Commonwealth berbentuk federasi yang memiliki pemerintahan sendiri di dalam lingkungan kerajaan Belanda.
(2) Urusan dalam negeri dijalankan Indonesia sedangkan urusan luar negeri oleh pemerintah Belanda.
Selanjutnya pada tanggal 12 Maret 1946 Sjahrir menyampaikan usul balasan yang berisi antara lain sebagai berikut.
(1) Republik Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah bekas Hindia Belanda.
(2) Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan pada masa tertentu dan urusan luar negeri dan pertahanan diserahkan kepada suatu badan federasi yang terdiri atas orang-orang Indonesia dan Belanda.
(1) Indonesia akan dijadikan negara Commonwealth berbentuk federasi yang memiliki pemerintahan sendiri di dalam lingkungan kerajaan Belanda.
(2) Urusan dalam negeri dijalankan Indonesia sedangkan urusan luar negeri oleh pemerintah Belanda.
Selanjutnya pada tanggal 12 Maret 1946 Sjahrir menyampaikan usul balasan yang berisi antara lain sebagai berikut.
(1) Republik Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah bekas Hindia Belanda.
(2) Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan pada masa tertentu dan urusan luar negeri dan pertahanan diserahkan kepada suatu badan federasi yang terdiri atas orang-orang Indonesia dan Belanda.
Usul dari pihak Indonesia di atas tidak
diterima oleh pihak Belanda dan selanjutnya Van Mook secara pribadi mengusulkan
untuk mengakui Republik Indonesia sebagai wakil Jawa untuk mengadakan kerja
sama dalam rangka pembentukan negara federal dalam lingkungan Kerajaan Belanda.
Pada tanggal 27 Maret 1946 Sutan Sjahrir mengajukan usul baru kepada Van Mook
antara lain sebagai berikut.
(1) Supaya pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto Rl atas Jawa dan Sumatera.
(2. Supaya RI dan Belanda bekerja sama membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
(3) RIS bersama-sama dengan Nederland, Suriname, Curacao, menjadi peserta dalam ikatan negara Belanda.
(1) Supaya pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto Rl atas Jawa dan Sumatera.
(2. Supaya RI dan Belanda bekerja sama membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
(3) RIS bersama-sama dengan Nederland, Suriname, Curacao, menjadi peserta dalam ikatan negara Belanda.
Perundingan ini dilaksanakan pada
tanggal 14 – 25 April 1946 di Hooge Veluwe (Negeri Belanda), yang merupakan
kelanjutan dari pembicaraan-pembicaraan yang telah disepakati Sjahrir dan Van
Mook. Para delegasi dalam perundingan ini adalah:
(1) Mr. Suwandi, dr. Sudarsono, dan Mr. A.K. Pringgodigdo yang mewakili pihak pemerintah RI;
(2) Dr. Van Mook, Prof. Logemann, Dr. Idenburgh, Dr. Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II, dan Surio Santosa yang mewakili Belanda, dan
(3) Sir Archibald Clark Kerr mewakili Sekutu sebagai penengah.
(1) Mr. Suwandi, dr. Sudarsono, dan Mr. A.K. Pringgodigdo yang mewakili pihak pemerintah RI;
(2) Dr. Van Mook, Prof. Logemann, Dr. Idenburgh, Dr. Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II, dan Surio Santosa yang mewakili Belanda, dan
(3) Sir Archibald Clark Kerr mewakili Sekutu sebagai penengah.
Perundingan yang berlangsung di Hooge
Veluwe ini tidak membawa hasil sebab Belanda menolak konsep hasil pertemuan
Sjahrir-Van Mook-Clark Kerr di Jakarta. Pihak Belanda tidak bersedia memberikan
pengakuan de facto kedaulatan RI atas Jawa dan Sumatra tetapi hanya Jawa dan
Madura serta dikurangi daerah-daerah yang diduduki oleh Pasukan Sekutu. Dengan
demikian untuk sementara waktu hubungan Indonesia-Belanda terputus, akan tetapi
Van Mook masih berupaya mengajukan usul bagi pemerintahannya kepada pihak RI.
Walaupun Perundingan Hooge Veluwe
mengalami kegagalan akan tetapi dalam prinsipnya bentuk-bentuk kompromi antara
Indonesia dan Belanda sudah diterima dan dunia memandang bahwa bentuk-bentuk
tersebut sudah pantas. Oleh karena itu pemerintah Inggris masih memiliki
perhatian besar terhadap penyelesaian pertikaian Indonesia-Belanda dengan
mengirim Lord Killearn sebagai pengganti Prof Schermerhorn. Pada tanggal 7
Oktober 1946 Lord Killearn berhasil mempertemukan wakil-wakil pemerintah
Indonesia dan Belanda ke meja perundingan yang berlangsung di rumah kediaman
Konsul Jenderal Inggris di Jakarta. Dalam perundingan ini masalah gencatan
senjata yang tidak mencapai kesepakatan akhirnya dibahas lebih lanjut oleh
panitia yang dipimpin oleh Lord Killearn. Hasil kesepakatan di bidang militer
sebagai berikut:
(l). Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
(2). Dibentuk sebuah Komisi bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.
(l). Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
(2). Dibentuk sebuah Komisi bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.
Dalam mencapai kesepakatan di bidang
politik antara Indonesia dengan Belanda diadakanlah Perundingan Linggajati.
Perundingan ini diadakan sejak tanggal 10 November 1946 di Linggajati, sebelah
selatan Cirebon. Delegasi Belanda dipimpin oleh Prof. Scermerhorn, dengan
anggotanya Max Van Poll, F. de Baer dan H.J. Van Mook. Delegasi Indonesia
dipimpin oleh Perdana Menteri Sjahrir, dengan anggotaanggotanya Mr. Moh. Roem,
Mr. Amir Sjarifoeddin, Mr. Soesanto Tirtoprodjo, Dr. A.K. Gani, dan Mr. Ali
Boediardjo. Sedangkan sebagai penengahnya adalah Lord Killearn, komisaris
istimewa Inggris untuk Asia Tenggara. Hasil Perundingan Linggajati
ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk (sekarang Istana
Merdeka) Jakarta, yang isinya adalah sebagai berikut.
(1) Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda harus sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
(2) Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
(3) Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
(1) Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda harus sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
(2) Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
(3) Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Meskipun isi perundingan Linggajati
masih terdapat perbedaan penafsiran antara Indonesia dengan Belanda, akan
tetapi kedudukan Republik Indonesia di mata Internasional kuat karena Inggris
dan Amerika memberikan pengakuan secara de facto.
Perbedaan penafsiran mengenai isi
Perundingan Linggajati semakin memuncak dan akhirnya Belanda melakukan Agresi
Militer pertama terhadap Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947. Atas prakasa
Komisi Tiga Negara (KTN), maka berhasil dipertemukan antara pihak Indonesia
dengan Belanda dalam sebuah perundingan. Perundingan ini dilakukan di atas
kapal pengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat “USS Renville” yang
sedang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Perundingan Renville ini dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di mana pihak Indonesia mengirimkan delegasi yang dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang Indonesia yang memihak Belanda. Hasil perundingan Renville baru ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 yang intinya sebagai berikut.
(1) Pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Hindia Belanda sampai pada waktu yang ditetapkan oleh Kerajaan Belanda untuk mengakui Negara Indonesia Serikat (NIS).
(2) Akan diadakan pemungutan suara untuk menentukan apakah berbagai penduduk di daerah-daerah Jawa, Madura, dan Sumatera menginginkan daerahnya bergabung dengan RI atau negara bagian lain dari Negara Indonesia Serikat.
(3) Tiap negara (bagian) berhak tinggal di luar NIS atau menyelenggarakan hubungan khusus dengan NIS atau dengan Nederland.
Perundingan Renville ini dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di mana pihak Indonesia mengirimkan delegasi yang dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang Indonesia yang memihak Belanda. Hasil perundingan Renville baru ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 yang intinya sebagai berikut.
(1) Pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Hindia Belanda sampai pada waktu yang ditetapkan oleh Kerajaan Belanda untuk mengakui Negara Indonesia Serikat (NIS).
(2) Akan diadakan pemungutan suara untuk menentukan apakah berbagai penduduk di daerah-daerah Jawa, Madura, dan Sumatera menginginkan daerahnya bergabung dengan RI atau negara bagian lain dari Negara Indonesia Serikat.
(3) Tiap negara (bagian) berhak tinggal di luar NIS atau menyelenggarakan hubungan khusus dengan NIS atau dengan Nederland.
Akibat dari perundingan Renville ini
wilayah Republik Indonesia yang meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera menjadi
lebih sempit lagi. Akan tetapi, RI bersedia menandatangani perjanjian ini
karena beberapa alasan di antaranya adalah karena persediaan amunisi perang
semakin menipis sehingga kalau menolak berarti belanda akan menyerang lebih hebat.
Di samping itu juga tidak adanya jaminan bahwa Dewan Keamanan PBB dapat
menolong serta RI yakin bahwa pemungutan suara akan dimenangkan pihak
Indonesia.
Ketika Dr. Beel menjabat sebagai Wakil
Tinggi Mahkota Belanda di Indonesia, ia mempunyai pandangan yang berbeda dengan
Van Mook tentang Indonesia. Ia berpendirian bahwa di Indonesia harus
dilaksanakan pemulihan kekuasaan pemerintah kolonial dengan tindakan militer.
Oleh karena itu pada tanggal 18 Desember 1948 Dr. Beel mengumumkan tidak
terikat dengan Perundingan Renville dan dilanjutkan tindakan agresi militernya
yang kedua pada tanggal 19 Desember 1948 pada pukul 06.00 pagi dengan menyerang
ibu kota Rl yang berkedudukan di Yogyakarta. Dengan peristiwa ini Komisi Tiga Negara
(KTN) diubah namanya menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia
(United Nations Commission for Indonesian atau UNCI). Komisi ini bertugas
membantu melancarkan perundingan-perundingan antara Indonesia dengan Belanda.
Pada tanggal 7 Mei 1949 Mr. Moh. Roem selaku ketua delegasi Indonesia dan Dr.
Van Royen selaku ketua delegasi Belanda yang masing-masing membuat pernyataan
sebagai berikut.
1). Pernyataan Mr. Moh Roem.
a. Mengeluarkan perintah kepada “Pengikut Republik yang bersenjata” untuk menghentikan perang gerilya.
b. Bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
c. Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat “penyerahan” kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat, dengan tidak bersyarat.
2). Pernyataan Dr. Van Royen
a. Menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b. Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik.
c. Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang berada di daerah-daerah yang dikuasai RI sebelum tanggal 19 Desember 1948 dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan Republik
d. Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
e. Berusaha dengan sungguh-sungguh agar Konferensi Meja Bundar segera diadakan setelah Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
1). Pernyataan Mr. Moh Roem.
a. Mengeluarkan perintah kepada “Pengikut Republik yang bersenjata” untuk menghentikan perang gerilya.
b. Bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
c. Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat “penyerahan” kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat, dengan tidak bersyarat.
2). Pernyataan Dr. Van Royen
a. Menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b. Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik.
c. Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang berada di daerah-daerah yang dikuasai RI sebelum tanggal 19 Desember 1948 dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan Republik
d. Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
e. Berusaha dengan sungguh-sungguh agar Konferensi Meja Bundar segera diadakan setelah Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
8. Konferensi Meja
Bundar (KMB)
Salah satu pernyataan Roem-Royen adalah
segera diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB). Sebelum dilaksanakan KMB
diadakanlah Konferensi Inter – Indonesia antara wakil-wakil Republik Indonesia
dengan BFO (Bijjenkomst voor Federaal Overleg) atau Pertemuan Permusyawarahan
Federal. Konferensi ini berlangsung dua kali yakni tanggal 19 – 22 Juli 1949 di
Yogyakarta dan pada tanggal 31 Juli – 2 Agustus 1949 di Jakarta. Salah satu
keputusan penting dalam konferensi ini ialah bahwa BFO menyokong tuntutan
Republik Indonesia
atas penyerahan kedaulatan tanpa
ikatanikatan politik ataupun ekonomi. Pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November
1949 diadakanlah Konferensi Meja Bundar di Den Haag (Belanda). Sebagai ketua
KMB adalah Perdana Menteri Belanda, Willem Drees. Delegasi RI dipimpin oleh
Drs. Moh. Hatta, BFO di bawah pimpinan Sultan Hamid II dari Pontianak, dan
delegasi Be1anda dipimpin Van Maarseveen sedangkan dari UNCI sebagai mediator
dipimpin oleh Chritchley.Pada tanggal 2 November 1949 berhasil ditandatangani
persetujuan KMB. Isi dari persetujuan KMB adalah sebagai berikut.
1. Belanda mengakui kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949.
2. Mengenai Irian Barat penyelesaiannya ditunda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.
3. Antara RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia – Belanda yang akan diketuai Ratu Belanda.
4. Segera akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda.
5. Pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai intinya.
1. Belanda mengakui kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949.
2. Mengenai Irian Barat penyelesaiannya ditunda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.
3. Antara RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia – Belanda yang akan diketuai Ratu Belanda.
4. Segera akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda.
5. Pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai intinya.
Dari hasil KMB itu dinyatakan bahwa
pada akhir bulan Desember 1949 Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda.
Oleh karena itu pada tanggal 27 Desember 1949 diadakanlah penandatanganan
pengakuan kedaulatan di negeri Belanda. Pihak Belanda ditandatangani oleh Ratu
Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan Mr. AM . J.A
Sassen. Sedangkan delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Pada waktu
yang sama di Jakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tertinggi Mahkota
AH.J. Lovink menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Dengan diakuinya
kedaulatan RI oleh Belanda ini maka Indonesia berubah bentuk negaranya berubah
menjadi negara serikat yakni Republik Indonesia Serikat (RIS).
E Perjuangan Rakyat dan Pemerintah di
Berbagai Daerah dalam Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Kehadiran pasukan Sekutu yang membawa
orang-orang NICA pada tanggal 29 September 1945 sangat mencemaskan rakyat dan
pemerintah RI. Keadaan ini semakin memanas ketika NICA mempersenjatai kembali
bekas KNIL yang baru dilepaskan dari tahanan Jepang. Para pejabat Republik
Indonesia yang menerima kedatangan pasukan ini karena menghormati tugas. Mereka
menjadi sasaran teror dan percobaan pembunuhan. Oleh karena itu sikap pasukan
Sekutu yang tidak menghormati kedaulatan negara dan bangsa Indonesia ini
dihadapi dengan kekuatan senjata, oleh rakyat dan pemerintah. Di beberapa
daerah muncul perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan sebagai berikut.
Pada tanggal 25 Oktober 1945 Brigade 49
di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A W.S. Mallaby mendarat di pelabuhan
Tanjung Perak Surabaya. Brigade ini merupakan bagian dari Divisi India ke-23,
dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas melucuti tentara
Jepang dan menyelamatkan tawanan Sekutu. Pasukan ini berkekuatan 6000 personil
di mana perwira-perwiranya kebanyakan orang-orang Inggris dan prajuritnya
orang-orang Gurkha dari Nepal yang telah berpengalaman perang. Rakyat dan
pemerintah Jawa Timur di bawah pimpinan Gubernur R.M.T.A Suryo semula enggan
menerima kedatangan Sekutu. Kemudian antara wakil-wakil pemerintah RI dan
Birgjen AW.S. Mallaby mengadakan pertemuan yang menghasilkan kesepakatan
sebagai berikut.
1). Inggris berjanji mengikutsertakan Angkatan Perang Belanda.
2). Disetujui kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketenteraman.
3). Akan dibentuk kontak biro agar kerja sama berjalan lancar.
4). Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
1). Inggris berjanji mengikutsertakan Angkatan Perang Belanda.
2). Disetujui kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketenteraman.
3). Akan dibentuk kontak biro agar kerja sama berjalan lancar.
4). Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Pada tanggal 26 Oktober 1945 pasukan
Sekutu melanggar kesepakatan terbukti melakukan penyergapan ke penjara
Kalisosok. Mereka akan membebaskan para tawanan Belanda di antaranya adalah
Kolonel Huiyer. Tindakan ini dilanjutkan dengan penyebaran pamflet yang berisi
perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata-senjata mereka. Rakyat
Surabaya dan TKR bertekad untuk mengusir Sekutu dari bumi Indonesia dan tidak
akan menyerahkan senjata mereka. Kontak senjata antara rakyat Surabaya melawan
Inggris terjadi pada tanggal 27 Oktober 1945. Para pemuda dengan perjuangan
yang gigih dapat melumpuhkan tank-tank Sekutu dan berhasil menguasai
objek-objek vital. Strategi yang digunakan rakyat Surabaya adalah dengan
mengepung dan menghancurkan pemusatan-pemusatan tentara Inggris kemudian
melumpuhkan hubungan logistiknya. Serangan tersebut mencapai kemenangan yang
gemilang walaupun di pihak kita banyak jatuh korban. Pada tanggal 29 Oktober
1945 Bung Karno beserta Jenderal D.C. Hawthorn tiba di Surabaya. Dalam
perundingan antara pemerintah RI dengan Mallaby dicapai kesepakatan untuk
menghentikan kontak senjata. Kesepakatan ini dilanggar oleh pihak Sekutu. Dalam
salah satu insiden, Jenderal Mallaby terbunuh. Dengan terbunuhnya Mallaby,
pihak Inggris menuntut pertanggungjawaban kepada rakyat Surabaya. Pada tanggal
9 November 1945 Mayor Jenderal E.C. Mansergh sebagai pengganti Mallaby
mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia di Surabaya. Ultimatum itu
isinya agar seluruh rakyat Surabaya beserta pemimpin-pemimpinnya menyerahkan
diri dengan senjatanya, mengibarkan bendera putih, dan dengan tangan di atas
kepala berbaris satu-satu. Jika pada pukul 06.00 ultimatum itu tidak diindahkan
maka Inggris akan mengerahkan seluruh kekuatan darat, laut dan udara. Ultimatum
ini dirasakan sebagai penghinaan terhadap martabat bangsa Indonesia. Bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh
karena itu rakyat Surabaya menolak ultimatum tersebut secara resmi melalui
pernyataan Gubernur Suryo. Karena penolakan ultimatum itu maka meletuslah
pertempuran pada tanggal 10 Nopember 1945. Melalui siaran radio yang
dipancarkan dari Jl. Mawar No.4 Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek
Surabaya. Kontak senjata pertama terjadi di Perak sampai pukul 18.00. Pasukan
Sekutu di bawah pimpinan Jenderal Mansergh mengerahkan satu Divisi infantri
sebanyak 10.000 – 15.000 orang dibantu tembakan dari laut oleh kapal perang penjelajah
“Sussex” serta pesawat tempur “Mosquito” dan “Thunderbolt”.
Dalam pertempuran di Surabaya ini
seluruh unsur kekuatan rakyat bahu membahu, baik dari TKR, PRI, BPRI, Tentara
Pelajar, Polisi Istimewa, BBI, PTKR maupun TKR laut di bawah Komandan Pertahanan
Kota, Soengkono. Pertempuran yang berlangsung sampai akhir November 1945 ini
rakyat Surabaya berhasil mempertahankan kota Surabaya dari gempuran Inggris
walaupun jatuh korban yang banyak dari pihak Indonesia. Oleh karena itu setiap
tanggal 10 November bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Hal ini
sebagai penghargaan atas jasa para pahlawan di Surabaya yang mempertahankan
tanah air Indonesia dari kekuasaan asing.
Kedatangan Sekutu di Semarang tanggal
20 Oktober 1945 dibawah pimpinan Brigadir lenderal Bethel semula diterima
dengan baik oleh rakyat karena akan mengurus tawanan perang. Akan tetapi,
secara diam-diam mereka diboncengi NICA dan mempersenjatai para bekas tawanan
perang di Ambarawa dan Magelang. Setelah terjadi insiden di Magelang antara TKR
dengan tentara Sekutu maka pada tanggal 2 November 1945 Presiden Soekarno dan
Brig.Jend. Bethel mengadakan perundingan gencatan senjata.
Pada tanggal 21 November 1945 pasukan
Sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa. Gerakan ini segera dikejar resimen
Kedu Tengah di bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini dan meletuslah
pertempuran Ambarawa. Pasukan Angkatan Muda di bawah Pimpinan Sastrodihardjo
yang diperkuat pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta menghadang
Sekutu di desa Lambu. Dalam pertempuran di Ambarawa ini gugurlah Letnan Kolonel
Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Dengan gugurnya Letnan Kolonel Isdiman,
komando pasukan dipegang oleh Kolonel Soedirman, Panglima Divisi di Purwokerto.
Kolonel Soedirman mengkoordinir komandan-komandan sektor untuk menyusun
strategi penyerangan terhadap musuh. Pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan TKR
berhasil mengepung musuh yang bertahan di benteng Willem, yang terletak di
tengah-tengah kota Ambarawa. Selama 4 hari 4 malam kota Ambarawa di kepung.
Karena merasa terjepit maka pada tanggal 15 Desember 1945 pasukan Sekutu
meninggalkan Ambarawa menuju ke Semarang.
Berita Proklamasi Kemerdekaan baru
sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Hal ini disebabkan sulitnya
komunikasi dan adanya sensor dari tentara Jepang. Berita tersebut dibawa oleh
Mr. Teuku M. Hassan yang diangkat menjadi Gubernur Sumatra. Ia ditugaskan oleh
pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Sumatera dengan
membentuk Komite Nasional Indonesia di wilayah itu. Pada tanggal 9 Oktober 1945
pasukan Sekutu mendarat di Sumatera Utara di bawah pimpinan Brigadir Jenderal
T.E.D. Kelly. Serdadu Belanda dan NICA ikut membonceng pasukan ini yang
dipersiapkan mengambil alih pemerintahan. Pasukan Sekutu membebaskan para
tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M. Hassan. Para bekas tawanan ini
bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya insiden di beberapa tempat.
Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR, di Sumatera Timur terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai. Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Bagaimana sikap para pemuda kita? Mereka dengan gigih membalas setiap aksi yang dilakukan pihak Inggris dan NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 pasukan Sekutu melancarkan serangan militer secara besar-besaran dengan menggunakan pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan Inggris berhasil mendesak pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat Medan terus berjuang dengan membentuk Lasykar Rakyat Medan Area.
Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR, di Sumatera Timur terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai. Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Bagaimana sikap para pemuda kita? Mereka dengan gigih membalas setiap aksi yang dilakukan pihak Inggris dan NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 pasukan Sekutu melancarkan serangan militer secara besar-besaran dengan menggunakan pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan Inggris berhasil mendesak pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat Medan terus berjuang dengan membentuk Lasykar Rakyat Medan Area.
Selain di daerah Medan, di
daerah-daerah sekitarnya juga terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang,
Sekutu, dan Belanda. Di Padang dan Bukittinggi pertempuran berlangsung sejak
bulan November 1945. Sementara itu dalam waktu yang sama di Aceh terjadi pertempuran
melawan Sekutu. Dalam pertempuran ini Sekutu memanfaatkan pasukan-pasukan
Jepang untuk menghadapi perlawanan rakyat sehingga pecah pertempuran yang
dikenal dengan peristiwa Krueng Panjol Bireuen. Pertempuran di sekitar
Langsa/Kuala Simpang Aceh semakin sengit ketika pihak rakyat dipimpin langsung
oleh Residen Teuku Nyak Arif. Dalam pertempuran ini pejuang kita berhasil
mengusir Jepang. Dengan demikian di seluruh Sumatera rakyat bersama pemerintah
membela dan mempertahankan kemerdekaan.
F Kronologi Berbagai Peristiwa Penting
Baik di Tingkat Pusat Maupun Daerah dalam Usaha Mempertahankan Kemerdekaan
Indonesia
Dalam mempertahankan kemerdekaan
Indonesia terjadilah peristiwa-peristiwa baik di tingkat pusat maupun daerah.
Peristiwa-peristiwa tersebut di antaranya Bandung Lautan Api, Puputan
Margarana, Peristiwa Westerling di Makassar, dan Serangan umum 1 Maret 1949.
1. Bandung Lautan Api
Pada tanggal 17 Oktober 1945 pasukan
Sekutu mendarat di Bandung. Pada waktu itu para pemuda dan pejuang di kota
Bandung sedang gencar-gencarnya merebut senjata dan kekuasaan dari tangan
Jepang. Oleh Sekutu, senjata dari hasil pelucutan tentara Jepang supaya
diserahkan kepadanya. Bahkan pada tanggal 21 November 1945, Sekutu mengeluarkan
ultimatum agar kota Bandung bagian utara dikosongkan oleh pihak Indonesia
paling lambat tanggal 29 November 1945 dengan alasan untuk menjaga keamanan.
Oleh para pejuang, ultimatum tersebut tidak diindahkan sehingga sejak saat itu
sering terjadi insiden dengan pasukan-pasukan Sekutu.
Sekutu mengulangi ultimatumnya pada
tanggal 23 Maret 1946 yakni agar TRI meninggalkan kota Bandung. Dengan adanya
ultimatum ini, pemerintah Republik Indonesia di Jakarta menginstruksikan agar
TRI mengosongkan kota Bandung, akan tetapi dari markas TRI di Yogyakarta menginstruksikan
agar kota Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya, para pejuang Bandung
meninggalkan kota Bandung walaupun dengan berat hati. Sebelum meninggalkan kota
Bandung terlebih dahulu para pejuang Republik Indonesia menyerang ke arah
kedudukan-kedudukan Sekutu sambil membumihanguskan kota Bandung bagian Selatan.
Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Bandung
2. Puputan Margarana
Salah satu isi perundingan Linggajati
pada tanggal l0 November 1946 adalah bahwa Belanda mengakui secara de facto
Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan
Madura. Selanjutnya Belanda harus sudah meninggalkan daerah de facto paling
lambat tanggal 1 Januari 1949. Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda
mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000 tentara di Bali, ikut pula tokoh-tokoh
yang memihak Belanda. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai Komandan
Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi
dengan Markas tertinggi TRI. Sementara itu perkembangan politik di pusat
Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan akibat perundingan
Linggajati di mana Bali tidak diakui sebagai bagian wilayah Republik Indonesia.
Rakyat Bali merasa kecewa terhadap isi perundingan ini. Lebih-lebih ketika Belanda
membujuk Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai diajak membentuk Negara Indonesia
Timur. Ajakan tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan
dijawab dengan perlawanan bersenjata Pada tanggal 18 November 1946 I Gusti
Ngurah Rai memperoleh kemenangan dalam penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan.
Kemudian Belanda mengerahkan seluruh kekuatan di Bali dan Lombok untuk
menghadapi perlawanan rakyat Bali ini. Pertempuran hebat terjadi pada tanggal
29 November 1946 di Margarana, sebelah utara Tabanan. Karena kalah dalam
persenjataan maka pasukan Ngurah Rai dapat dikalahkan. I Gusti Ngurai Rai
mengobarkan perang “Puputan” atau habis-habisan demi membela Nusa dan Bangsa.
Akhirnya I Gusti Ngurai Rai bersama anak buahnya gugur sebagai kusuma bangsa.
Sebagai Gubernur Sulawesi Selatan yang
diangkat tahun 1945, Dr. G.S.S.J. Ratulangie melakukan aktivitasnya dengan
membentuk Pusat Pemuda Nasional Indonesia (PPNI). Organisasi yang bertujuan
untuk menampung aspirasi pemuda ini pernah dipimpin oleh Manai Sophian.
Sementara itu pada bulan Desember 1946 Belanda mengirimkan pasukan ke Sulawesi
Selatan di bawah pimpinan Raymond Westerling. Kedatangan pasukan ini untuk
“membersihkan” daerah Sulawesi Selatan dari pejuang-pejuang Republik dan
menumpas perlawanan rakyat yang menentang terhadap pembentukan Negara Indonesia
Timur. Di daerah ini pula, pasukan Australia yang diboncengi NICA mendarat
kemudian membentuk pemerintahan sipil. di Makassar karena Belanda melakukan
usaha memecah belah rakyat maka tampillah pemuda-pemuda pelajar seperti A.
Rivai, Paersi, dan Robert Wolter Monginsidi melakukan perlawanan dengan merebut
tempat-tempat strategis yang dikuasai NICA. Selanjutnya untuk menggerakkan
perjuangan dibentuklah Laskar Pemberontak Indonesia Sulawesi (LAPRIS) dengan
tokohtokohnya Ranggong Daeng Romo, Makkaraeng Daeng Djarung, dan Robert Wolter
Monginsidi sebagai Sekretaris Jenderalnya. Sejak tanggal 7 – 25 Desember 1946
pasukan Westerling secara keji membunuh beribu-ribu rakyat yang tidak berdosa.
Pada tanggal 11 Desember 1946 Belanda menyatakan Sulawesi dalam keadaan perang
dan hukum militer. Pada waktu itu Raymond Westerling mengadakan aksi pembunuhan
massal di desa-desa yang mengakibatkan sekitar 40.000 orang tidak berdosa
menjadi korban kebiadaban. Bagaimanakah pendapat kamu tentang tindakan Raymond
Westerling tersebut?
4. Serangan Umum 1
Maret 1949
Ketika Belanda melancarkan agresi
militernya yang kedua pada bulan Desember 1948 ibu kota RI Yogyakarta jatuh ke
tangan Belanda. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta beserta
sejumlah menteri ditawan oleh Belanda. Belanda menyatakan bahwa RI telah
runtuh. Namun di luar perhitungan Belanda pada saat yang krisis ini
terbentuklah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Buktitinggi,
Sumatera Barat. Di samping itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala
Daerah Istimewa Yogyakarta tetap mendukung RI sehingga masyarakat Yogyakarta
juga memberikan dukungan kepada RI. Pimpinan TNI di bawah Jenderal Sudirman
yang sebelumnya telah menginstruksikan kepada semua komandan TNI melalui surat
Perintah Siasat No.1 bulan November 1948 isinya antara
lain:
(1) memberikan kebebasan kepada setiap komandan untuk melakukan serangan terhadap posisi militer Belanda;
(2) memerintahkan kepada setiap komandan untuk membentuk kantong-kantong pertahanan (wehrkreise); dan
(3) memerintahkan agar semua kesatuan TNI yang berasal dari daerah pendudukan untuk segera meninggalkan Yogyakarta untuk kembali ke daerahnya masing-masing (seperti Devisi Siliwangi harus kembali ke Jawa Barat), jika Belanda menyerang Yogyakarta. Untuk pertahanan daerah Yogyakarta dan sekitarnya diserahkan sepenuhnya kepada pasukan TNI setempat yakni Brigade 10 di bawah Letkol Soeharto.
Dengan adanya agresi Militer Belanda maka dalam beberapa minggu kesatuan TNI dan kekuatan bersenjata lainnya terpencar-pencar dan tidak terkoordinasi. Namun para pejuang mampu melakukan komunikasi melalui jaringan radio, telegram maupun para kurir. Bersamaan dengan upaya konsolidasi di bawah PDRI, TNI melakukan serangan secara besar-besaran terhadap posisi Belanda di Yogyakarta. Serangan ini dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949 dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelum serangan dilakukan, terlebih dahulu meminta persetujuan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Serangan Umum ini dilakukan dengan mengkonsentrasikan pasukan dari sektor Barat (Mayor Ventje Samual), Selatan dan Timur (Mayor Sarjono) dan Sektor Kota (Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki). Serangan umum ini membawa hasil yang memuaskan sebab para pejuang dapat menguasai kota Yogyakarta selama 6 jam yakni jam 06.00 sampai jam 12.00. Berita Serangan Umum ini disiarkan RRI yang sedang bergerilya di daerah Gunung Kidul, yang dapat ditangkap RRI di Sumatera, selanjutnya dari Sumatera berita itu disiarkan ke Yangoon dan India. Keesokan harinya peristiwa itu juga dilaporkan oleh R. Sumardi ke PDRI di Buktitinggi melalui radiogram dan juga disampaikan pula kepada Maramis. (diplomat RI di New Delhi, India) dan L.N. Palar (Diplomat RI di New York, Amerika Serikat). Serangan Umum 6 Jam di Yogyakarta ini mempunyai arti penting yaitu sebagai berikut. Ke dalam : – Meningkatkan semangat para pejuang RI, dan juga secara tidak
langsung memengaruhi sikap para pemimpin negara federal buatan Belanda yang tergabung dalam BFO. – Mendukung perjuangan secara diplomasi, yakni Serangan Umum ini berdampak adanya perubahan sikap pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda selanjutnya menekan kepada pemerintah Belanda agar melakukan perundingan dengan RI. Ke luar – Menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk melakukan serangan; dan – Mematahkan moral pasukan Belanda.
(1) memberikan kebebasan kepada setiap komandan untuk melakukan serangan terhadap posisi militer Belanda;
(2) memerintahkan kepada setiap komandan untuk membentuk kantong-kantong pertahanan (wehrkreise); dan
(3) memerintahkan agar semua kesatuan TNI yang berasal dari daerah pendudukan untuk segera meninggalkan Yogyakarta untuk kembali ke daerahnya masing-masing (seperti Devisi Siliwangi harus kembali ke Jawa Barat), jika Belanda menyerang Yogyakarta. Untuk pertahanan daerah Yogyakarta dan sekitarnya diserahkan sepenuhnya kepada pasukan TNI setempat yakni Brigade 10 di bawah Letkol Soeharto.
Dengan adanya agresi Militer Belanda maka dalam beberapa minggu kesatuan TNI dan kekuatan bersenjata lainnya terpencar-pencar dan tidak terkoordinasi. Namun para pejuang mampu melakukan komunikasi melalui jaringan radio, telegram maupun para kurir. Bersamaan dengan upaya konsolidasi di bawah PDRI, TNI melakukan serangan secara besar-besaran terhadap posisi Belanda di Yogyakarta. Serangan ini dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949 dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelum serangan dilakukan, terlebih dahulu meminta persetujuan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Serangan Umum ini dilakukan dengan mengkonsentrasikan pasukan dari sektor Barat (Mayor Ventje Samual), Selatan dan Timur (Mayor Sarjono) dan Sektor Kota (Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki). Serangan umum ini membawa hasil yang memuaskan sebab para pejuang dapat menguasai kota Yogyakarta selama 6 jam yakni jam 06.00 sampai jam 12.00. Berita Serangan Umum ini disiarkan RRI yang sedang bergerilya di daerah Gunung Kidul, yang dapat ditangkap RRI di Sumatera, selanjutnya dari Sumatera berita itu disiarkan ke Yangoon dan India. Keesokan harinya peristiwa itu juga dilaporkan oleh R. Sumardi ke PDRI di Buktitinggi melalui radiogram dan juga disampaikan pula kepada Maramis. (diplomat RI di New Delhi, India) dan L.N. Palar (Diplomat RI di New York, Amerika Serikat). Serangan Umum 6 Jam di Yogyakarta ini mempunyai arti penting yaitu sebagai berikut. Ke dalam : – Meningkatkan semangat para pejuang RI, dan juga secara tidak
langsung memengaruhi sikap para pemimpin negara federal buatan Belanda yang tergabung dalam BFO. – Mendukung perjuangan secara diplomasi, yakni Serangan Umum ini berdampak adanya perubahan sikap pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda selanjutnya menekan kepada pemerintah Belanda agar melakukan perundingan dengan RI. Ke luar – Menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk melakukan serangan; dan – Mematahkan moral pasukan Belanda.
Ketika Belanda melakukan agresi
militemya yang kedua, tanggal 19 Desember 1948, Dewan Keamanan PBB merasa
tersinggung karena tindakan Belanda tersebut telah melanggar persetujuan
gencatan senjata yang telah diprakasai oleh Komisi Tiga Negara (KTN). Di dalam
negeri Indonesia pun Belanda tidak memperoleh dukungan politik bahkan para
pejuang melakukan gerilya maupun serangan umum. Menghadapi kondisi yang
demikian ini maka Belanda mengubah sikapnya yakni sepakat dilakukan gencatan
senjata. Penghentian tembak menembak akan mulai berlaku di Jawa tanggal 11
Agustus 1949, dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus 1949. Pada masa gencatan
senjata itulah berlangsung Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tanggal 23
Agustus 1949. Dalam konferensi ini hasil utamanya antara lain bahwa Belanda akan
mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949.
dengan demikian hal ini memaksa Belanda harus keluar dari bumi Indonesia.
Sebenarnya faktor-faktor apa saja yang memaksa Belanda harus keluar dari
Indonesia?
a. Faktor dari Dalam
1). Dari dalam negeri Indonesia, Belanda menyadari bahwa kekuatan militernya tidak cukup kuat untuk memaksa RI tunduk kepadanya.
2). Perang yang berkepanjangan mengakibatkan hancurnya perkebunan dan pabrik-pabrik Belanda. Untuk menghindarkan hal itu Belanda harus mengubah strateginya.
3). Belanda tidak mendapat dukungan politik dari dalam negeri Indonesia. Ketika membujuk Sultan Hamengkubuwono IX untuk menjadi pemimpin sebuah negara di Jawa maka ditolaknya.
4). Para pejuang Republik Indonesia terus melakukan perang gerilya dan serangan umum.
a. Faktor dari Dalam
1). Dari dalam negeri Indonesia, Belanda menyadari bahwa kekuatan militernya tidak cukup kuat untuk memaksa RI tunduk kepadanya.
2). Perang yang berkepanjangan mengakibatkan hancurnya perkebunan dan pabrik-pabrik Belanda. Untuk menghindarkan hal itu Belanda harus mengubah strateginya.
3). Belanda tidak mendapat dukungan politik dari dalam negeri Indonesia. Ketika membujuk Sultan Hamengkubuwono IX untuk menjadi pemimpin sebuah negara di Jawa maka ditolaknya.
4). Para pejuang Republik Indonesia terus melakukan perang gerilya dan serangan umum.
b. Faktor dari Luar
PBB dan Amerika Serikat mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Belanda. Amerika Serikat mengancam akan menghentikan bantuan pembangunan yang menjadi tumpuan perekonomian Belanda. Dengan adanya faktor-faktor di atas maka diselenggarakanlah KMB yang bermuara diakuinya kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949 sehingga memaksa Belanda keluar dari bumi Indonesia.
PBB dan Amerika Serikat mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Belanda. Amerika Serikat mengancam akan menghentikan bantuan pembangunan yang menjadi tumpuan perekonomian Belanda. Dengan adanya faktor-faktor di atas maka diselenggarakanlah KMB yang bermuara diakuinya kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949 sehingga memaksa Belanda keluar dari bumi Indonesia.
Comments
Post a Comment