SEJARAH SMU KLS XI-PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA SERTA KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA DI INDONESIA
Masuknya
agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa perubahan kehidupan masyarakat
Indonesia, antara lain :
Ø Semula belum mengenal tulisan
(masa praaksara) menjadi mengenal tulisan dan memasuki zaman sejarah (masa
aksara).
Ø Semula hanya mengenal dan
menganut kepercayaan animisme dan dinamisme kemudian mengenal dan menganut
agama dan kebudayaan Hindu-Budha.
Ø Semula hanya mengenal sistem
kesukuan dengan kepala suku sebagai pemimpinnya menjadi pengenal dan menganut
sistem pemerintahan kerajaan dengan raja sebagai pimpinan pemerintahan yang
bercorak Hindu-Budha.
Teori masuk dan
berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha sebagai berikut.
Ø Teori waisya, berpendapat
bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu dibawa oleh golongan pedagang
(waisya). Mereka mengikuti angin musim (setengah tahun berganti arah) sehingga
enam bulan menetap di Indonesia dan menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu.
Salah satu tokoh pendukung hipotesis waisya adalah N.J.Krom.
Ø Teori Ksatria, pembawa
agama dan kebudayaan Hindu ialah golongan ksatria yang kalah perang di India,
kemudian lari ke Indonesia. Salah seorang pendukung hipotesis ksatria adalah
C.C.Berg.
Ø Teori Brahmana, pembawa
agama dan kebudayaan hindu ke Indonesia ialah golongan Brahmana yang diundang
oleh raja raja Indonesia untuk menobatkan dengan upacara Hindu
(abhiseka=penobatan). Pendukung hipotesis ini adalah J.C.van Leur.
Ø Teori nasional, bahwa
bangsa Indonesia yang berdagang ke India pulang dengan membawa agama dan
kebudayaan Hindu atau sebaliknya orang-orang Indonesia (raja) mengundang
Brahmana kemudian Brahmana menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia.
Pendapat ini disebut teori arus balik. Pendukung teori ini adalah F.D.K.Bosch.
AKULTURASI
Masuknya budaya Hindu-Budha di Indonesia
menyebabkan munculnya Akulturasi. Akulturasi merupakan perpaduan 2
budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan
saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan
tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia tidak diterima begitu
saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuaian dengan kondisi
kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur asli. Hal ini
disebabkan karena:
1. Masyarakat Indonesia telah memiliki
dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga masuknya kebudayaan asing ke
Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
2. Kecakapan istimewa yang dimiliki
bangsa Indonesia atau local genius merupakan kecakapan suatu bangsa
untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pengaruh kebudayaan Hindu hanya bersifat
melengkapi kebudayaan yang telah ada di Indonesia. Perpaduan budaya Hindu-Budha
melahirkan akulturasi yang masih terpelihara sampai sekarang. Akulturasi
tersebut merupakan hasil dari proses pengolahan kebudayaan asing sesuai dengan
kebudayaan Indonesia.
Seni
Bangunan
Seni bangunan tampak pada bangunan candi
sebagai wujud percampuran antara seni asli bangsa Indonesia dengan seni
Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan akulturasi budaya bangsa
Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan zaman megalitikum
yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha.
Contohnya candi Borobudur. Pada candi disertai pula berbagai macam benda yang
ikut dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga berfungsi sebagai
makam bukan semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan candi Budha, hanya jadi
tempat pemujaan dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah ditanam di
sekitar candi dalam bangunan stupa.
Seni
Sastra dan Aksara
Periode awal di Jawa Tengah pengaruh
sastra Hindu cukup kuat.
Periode tengah bangsa Indonesia mulai
melakukan penyaduran atas karya India.
Contohnya: Kitab Bharatayudha merupakan
gubahan Mahabarata oleh Mpu Sedah dan Panuluh. Isi ceritanya tentang peperangan
selama 18 hari antara Pandawa melawan Kurawa. Para ahli berpendapat bahwa isi
sebenarnya merupakan perebutan kekuasaan dalam keluarga raja-raja Kediri.
Prasasti-prasasti yang ada ditulis dalam
bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Bahasa Sansekerta banyak digunakan pada
kitab-kitab kuno/Sastra India. Mengalami akulturasi dengan bahasa Jawa
melahirkan bahasa Jawa Kuno dengan aksara Pallawa yang dimodifikasi sesuai
dengan pengertian dan selera Jawa sehingga menjadi aksara Jawa Kuno dan Bali
Kuno. Perkembangannya menjadi aksara Jawa sekarang serta aksara Bali. Di
kerajaan Sriwijaya huruf Pallawa berkembang menjadi huruf Nagari.
Sistem Kalender
Diadopsi dari sistem
kalender/penanggalan India. Hal ini terlihat dengan adanya Penggunaan tahun
Saka di Indonesia. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka yang dimulai
tahun 78 M (merupakan tahun Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja Kanishka I
dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun ada 365 hari.
KERAJAAN
KUTAI
Kutai Martadipura adalah kerajaan
bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar
abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di
hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama
tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut.
Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini dan memang
sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh.
Yupa
Prasasti Kerajaan Kutai
Informasi yang ada diperoleh dari Yupa /
prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah
yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah
Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan
yang dibuat oleh para brahman atas kedermawanan raja Mulawarman. Dalam agama
hindu sapi tidak disembelih seperti kurban yang dilakukan umat islam. Dari
salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai
saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya
menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Dapat diketahui bahwa
menurut Buku Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno yang ditulis oleh
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto yang diterbitkan oleh
Balai Pustaka halaman 36, transliterasi prasasti diatas adalah sebagai berikut:
Peta Kecamatan Muara Kaman
1.
Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)
2.
Maharaja Aswawarman (anak Kundungga)
3.
Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)
4.
Maharaja Marawijaya Warman
5.
Maharaja Gajayana Warman
6.
Maharaja Tungga Warman
7.
Maharaja Jayanaga Warman
8.
Maharaja Nalasinga Warman
9.
Maharaja Nala Parana Tungga
10. Maharaja Gadingga Warman Dewa
11. Maharaja Indra Warman Dewa
12. Maharaja Sangga Warman Dewa
13. Maharaja Candrawarman
14. Maharaja Sri Langka Dewa
15. Maharaja Guna Parana Dewa
16. Maharaja Wijaya Warman
17. Maharaja Sri Aji Dewa
18. Maharaja Mulia Putera
19. Maharaja Nala Pandita
20. Maharaja Indra Paruta Dewa
21. Maharaja Dharma Setia
KERAJAAN TARUMANEGARA
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah
sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4
hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara
yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan
artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan
Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma
diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan. Lima di Bogor, satu
di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa
kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan
beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada
di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah
kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Prasasti yang ditemukan
- Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
- Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
- Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
- Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
- Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
- Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
- Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
KERAJAAN MATARM KUNO
Awal berdirinya kerajaan
Kerajaan Medang (atau sering juga
disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah
kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa
Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah
berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta
membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang
akhirnya runtuh pada awal abad ke-11. Kerajaan Medang (atau sering juga disebut
Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan
yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur
pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah
berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta
membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya
runtuh pada awal abad ke-11. Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah
Balitung menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang
ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti
Canggal tahun 732, namun tidak menyebut dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia
hanya memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau Jawa sebelum dirinya,
bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya kemudian tampil
menjadi raja, atas dukungan ibunya, yaitu Sannaha, saudara perempuan Sanna.
KERAJAAN SRIWIJAYA
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan
bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di
Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand Selatan,
Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan pesisir Kalimantan. Dalam bahasa
Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang",
dan wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan"maka
nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". Bukti awal
mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta
Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal
selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga
berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh
682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut
dikarenakan beberapa peperangan di antaranya serangan dari raja
Dharmawangsa Teguh dari Jawa pada tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra
Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah
kendali kerajaan Dharmasraya. Setelah jatuh, kerajaan ini terlupakan dan
keberadaannya baru diketahui kembali lewat publikasi tahun 1918 dari sejarawan
Perancis
KERAJAAN KEDIRI
Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu,
adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222.
Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri
sekarang.
Masa-masa awal Kerajaan Panjalu atau
Kadiri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang II (1044) yang diterbitkan
Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang saudara antara kedua
kerajaan sepeninggal Airlangga.
Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui
dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa.
Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya yang sudah diketahui,
sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa sudah dapat diketahui dengan
jelas berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan.
Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan
Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang
terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu
Menang.
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya
inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini
meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai
mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling
wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa itu negeri paling
kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang
berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan
Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
KERAJAAN SINGASARI
Kerajaan Singhasari atau sering pula
ditulis Singasari atau Singosari, adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang
didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang
diperkirakan berada di daerah Singosari, Malang.
Wangsa Rajasa yang didirikan oleh Ken
Arok. Keluarga kerajaan ini menjadi penguasa Singhasari, dan berlanjut pada
kerajaan Majapahit. Terdapat perbedaan antara Pararaton dan Nagarakretagama
dalam menyebutkan urutan raja-raja Singhasari.
Versi Pararaton adalah:
|
Versi Nagarakretagama adalah:
|
Kisah suksesi raja-raja Tumapel versi Pararaton
diwarnai pertumpahan darah yang dilatari balas dendam. Ken Arok mati dibunuh
Anusapati (anak tirinya). Anusapati mati dibunuh Tohjaya (anak Ken Arok dari
selir). Tohjaya mati akibat pemberontakan Ranggawuni (anak Anusapati). Hanya
Ranggawuni yang digantikan Kertanagara (putranya) secara damai. Sementara itu
versi Nagarakretagama tidak menyebutkan adanya pembunuhan antara raja
pengganti terhadap raja sebelumnya. Hal ini dapat dimaklumi karena Nagarakretagama
adalah kitab pujian untuk Hayam Wuruk raja Majapahit. Peristiwa berdarah yang
menimpa leluhur Hayam Wuruk tersebut dianggap sebagai aib.
KERAJAAN MAJAPAHIT
Majapahit adalah sebuah kerajaan yang
berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293
hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan
raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam
Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan
Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu
dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Jawa,
Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun
wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari
telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai
Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng
Chi ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan
Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan
tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai Khan marah
dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri,
sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja,
Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara,
yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang
membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi
kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat diatas disambut dengan senang hati.
Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun
desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah
maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol
tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan
Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik
menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali
pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing. Saat itu
juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar
dapat pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang
asing.
Comments
Post a Comment