MATA KULIAH AKHLAK TASAWUF (Antara Al-Ghazali dan Tasawuf)
AKHLAK TASAWUF
AKHLAK TASAWUF : Tasawuf sebagai
jalan final bagi al Ghazali dalam menggapai kebenaran hakiki.
Bersama : Drs. Zulfikar Kh
Dalam
kitabnya Al-Munkῑz min Al- ḍalāl, Al Ghazali menyebutkan tentang
perjalanan spiritualnya dalam menggapai hakikat kebenaran. Al Ghazali termasuk
salah seorang yang haus akan kebenaran, ia melihat pada masanya itu ada empat
golongan yang berusaha mencari hakikat kebenaran seperti yang dicarinya.
Keempat golongan tersebut, yang pertama adalah golongan para ahli kalam. Kedua,
golongan bathiniyah. Ketiga, gologan filsafat dan keempat golongan sufi.
Setelah
aku selesai mendalami ajaran golongan bathiniyyah, tutur Al Ghazali, maka
perhatianku terpusat pada jalan kaum sufi. Jalan yang ditawarkan kaum sufi
tidak bisa ditempuh begitu saja melainkan harus dengan ilmu dan amal, lanjut Al
Ghazali dalam kitabnya Al-Munkῑz min Al- ḍalāl.
Ajaran
yang ditawarkan oleh golongan sufi menempuh tanjakan-tanjakan batin dan mesti
diawali dengan membersihkan diri dari segala dosa. Lebih jauh hal ini dapat
ditelusuri dari konsep maqam-maqam yang ditawarkan oleh para sufi, mestilah
maqam awal itu taubat. Ini menunjukkan sebelum lebih jauh menjalani kehidupan
sufi terlebih dahulu membersihkan diri dari segala dosa dengan jalan taubat.
Bathin harus dikosongkan dari sifat-sifat tercela, kemudian baru mengisinya
dengan zikir pada Allah dan berbudi pekerti terpuji. Sehingga dalam buku-buku
tasawuf sering sekali dijumpai istilah takhalli, tahalli dan tajalli.
Pengosongan
jiwa dari perangai tercela, kemudian baru mengisinya dengan budi pekerti yang
terpuji, hal ini senada dengan pengertian tasawuf itu sendiri yang dilontarkan
oleh Junaidi Al Bagdadi yang disadur oleh Asjwadie Sjukur sebagai berkut:
Tasawuf itu ialah keluar dari budi pekerti tercela dan masuk kepada budi
pekerti terpuji[1].
Imam
Al Ghazali mulai mempelajari ajaran-ajaran yang dikemukakan golongan sufi,
dibaca dan ditelaahnya kitab-kitab mereka seperti Qutub al- Qulub oleh Thalib
Al Makki. Kitab karangan Haris Al Muhasibi, Junaidi Al Bagdadi dan Abu Yazid Al
Bustami dan lainnya.
Dari
hasil bacaan dan telaahannya secara kritis, kemudian ditambah dengan mendengar
sendiri penjelasan dari para sufi besar pada masanya, maka semakin jelas dan
tampak bagi Al Ghazali untuk membedakan keraguannya selama ini.
Sebelum
memasuki dunia tasawuf ia melihat dirinya tidak sepenuhnya (tulus) menghadap
Allah, ia masih terpengaruh oleh kedudukan, harta benda dan godaan keduniaan
lainnya dan banyak pekerjaan yang ia lakukan tidak didasari oleh niat yang
ikhlas.
Al
Ghazali mengibaratkan dirinya pada saat itu seperti orang yang berdiri di
pinggir jurang yang curam, di atas tebing terjal yang hampir jatuh. Aku akan
jatuh ke dalam neraka tandas Al Ghazali kalau tidak segera merubah sikap.
Akhirnya
dengan memohon pertolongan kepada Tuhan, Al Ghazali meninggalkan segala
kesenangan duniawi yang ada padanya di kota Bagdad, termasuk mengajar mahasiswa
yang motifnya adalah untuk memperoleh ketenaran atau kemasyhuran identitas.
Dalam
usia 38 tahun Al Ghazali mulai menjalani kehidupan sebagai seorang sufi, ia
tinggalkan kota Bagdad dan mula pertama ia pergi ke negeri Syam kurang lebih
selama dua tahun, ia melakukan uzlah, khalwah, riyadhah dan mujahadah.
Kesemuanya itu ia lakukan dalam rangka pembersihan jiwa dan pengisian zikir
kepada Allah.
Menurut
pengakuan Al Ghazali sendiri, kurang lebih 10 tahun ia melakukan praktik
sufisme secara intensif, meski kadang-kadang ada juga godaan/gangguan yang bisa
mengurangi konsentrasi untuk semata-mata menghadap pada Allah.
Al
Ghazali terus menerus berupaya mengamalkan ajaran kaum sufi dan akhirnya melalu
jalan sufilah ia temukan hakikat kebenaran yang selama ini dicarinya dan ajaran
serta metode baru sufi dapat memuaskan tuntutan bathinnya selama ini.
Comments
Post a Comment