REVOLUSI IRAN (RUNTUHNYA DINASTI SHAH IRAN) Dinasti Pahlevi
Dinasti pahlevi adalah sebuah dinasti atau pemerintahan
kekaisaran terakhir di Iran. Dinasti ini berdiri pada 1925 setelah pendiri
dinasti ini, Reza Syah Pahlevi, melakukan kudeta kepada raja sebelumnya, Ahmad
Shah Qajar, dari dinasti Qajar[1]. Seterlah berkuasanya Shah Reza Palevi[2],
maka dimulailah modernisasi di Iran, reza syah membangun dan memodernisasi
berbagai aspek kehidupan masyarakat iran, seperti kesehatan,
pendidikan,ekonomi, infrastruktur, transportasi dan bidang sosial kebudayaan.
Pada masa perang dunia II iran mengalami masalah dengan pihak sekutu, hal ini
dikarenakan kedekatan iran dengan pihak jerman, jerman adalah mitra iran dalam
mengembangkan moderinisasinya. Dengan kekalahan jerman pada perang dunia II,
shah reza pahlevi dipaksa turun dari tahtanya oleh pihak sekutu, dan
diangkatlah putranya, Mohammad Reza Pahlevi, sebagai raja iran berikutnya.
Pada masa Mohammad Reza Pahlevi ini, moderinisasi begitu
gencar dilaksanakan. Berbeda dengan ayahnya yang berkiblat pada jerman,
Muhammad reza pahlevi lebih condong pada Amerika sereikat. Modernisasi yang
dilakukanya pun sering kali tidak menghiraukan norma atau aturan agama islam
terutama syiah yang menjadi mayoritas di iran, hal ini membuat kebanyakan
mullah atau ulama iran menmentangnya. Keputusanya untuk tidak tunduk pada
konstitusi walaupun kala itu iran berstatus kerajaan konstitusional, membuatnya
banyak di tentang oleh pihak-pihak oposisi dan komunis kiri. Sikap raja pada
para lawan politiknyapun sangat keras hal ini karena ia didukung oleh kekuatan
militer iran dan dinas polisi rahasia. Karena hal-hal tersebut ditambah
maraknya praktik korupsi yang kian merajalela membuat banyak aksi perlawanan
timbul di iran, baik yang di pimpin politisi, golongan kiri maupun lpara
agamawan syaiah. Puncaknya adalah ketika demonstrasi besar-besaran yang
dilakukan masyarakat muslkim berhasil menggulingkan kekuasaan raja di iran dan
dimulailah era baru iran sebagai sebuah republik di bawah pimpinan ulama syiah
bernama Ayatullah Rohollah Khomieni pada 1979.
REVOLUSI IRAN
Revolusi Iran (juga dikenal dengan sebutan Revolusi Islam
Iran), merupakan revolusi yang merubah Iran dari Monarki (kerajaan) di bawah
Shah Mohammad Reza Pahlavi, menjadi Republik Islam yang dipimpin oleh Ayatullah
Agung Ruhollah Khomeini pemimpin revolusi dan pendiri Republik Islam Iran[3].
Sering disebut pula “revolusi besar ketiga dalam sejarah,” setelah Revolusi
Perancis dan Revolusi Bolshevik.
Berbagai peristiwa 1953 merupakan momenmomen fundamental
dalam konstruksi hubungan AS-Iran menggeser kecurigaan rakyat Iran dari poros
Anglo – Russia kea rah Amerika. Peristiwa – peristiwa 1979 Mengkristalisasi
tradisi ini. Revolusi 1979 mengikat Iran dan AS dalam sebuah hubungan ideologis
yang intim, yang ditentukan oleh sebuah pengalaman kolektif bersama yang
traumatis. Histeria politik yang menandai berbagai reaksi Britania terhadap
Iran pada 1951. Persentuhan Amerika dengan revolusi Iran dan implikasi yang
ditimbulkan media massa memastikan kedua belah pihak sama – sama mempertahankan
mitologi revolusi masing – masing. Bagi mereka yang menganut ideologi
revolusioner iran, Revolusi Islam mengindikasikan pelepasan diri dari masa
lalu, yang didefinisikan oleh pemutusan hubungan dengan Amerika serikat.
Pemutusan hubungan ini didefinisikan dengan pengambilalihan kedutaan AS pada
November 1979. Dan pengambilalihan kekuasaan diinterpretasikan dalam konteks
campur tangan asingsepanjang lebih dari 150 tahun dinegara itu, terutama
keterlibatan AS dalam penggulingan Moshaddeq pada 1953. Walau pengabil alihan
kedutaan itu merupakan sebuah momen menentukan, peristiwa itu tetaplah menjadi
sebuah bagian dari proses yang lebih luas dan tidak dianggap sebagai sebuah
bagian sebuah bagian penting oleh kaum revolusi Iran. Oleh karenanya, dalam
pandangan revolusioner populer,
pemutusan hubungan diploatik antara Iran dan AS dipisahkan dari realitas
penyanderaan, dan malah diterjemahkan sebagai sebuah konsekuensi alami darikenyataan
bahwa Amerika serikat tidak memahami Revolusi Islam Iran. Oleh karenanya ada
sebuah logika revolusioner yang dibangun secara structural dan menjadi letak
peristiwa pengambilalihan kedutaan namun dianggap bukan faktor penyebab
(Anshari,90:2008)
Pada 1975 Shah memulai sebuah periodisasi liberalisasi
gradual, bereksperimen dengan diskusi dan debat bebas didalam parameter ketat
partai rastakhiz. Ini sebuah aksi basa – basi, lebih merupakan symbol daripada
substansi, yang tidak banyak meyakinkan banyak orang dan kemudian dikalahkan
oleh keinginan shah untuk mengubah Iran sesuai dengan bayangannya sendiri. Yang
paling mengkhawatirkan bagi kaum tradisional adalah keputusannya yang secara
tiba –tiba menetapkan kalender kekaisara , dimana rakyat Iran dalam sekejap
menemukan diri mereka dalam sebuah penanggalan yang dimulai dimasa kekaisaran
Persia (berarti saat itu tahun 2535). Peristiwa ini menegaskan kekhawatiran
semakin berkembangnya sifat megalomania shah sebagaimana disebutkan dalam
laporan terdahulu. Namun, membiarkan ego sang raja masih lebih baik daripada
menentangnya.
Shah pernah diundang ke Washington pada November 1977 (di
mana gas air mata yang digunakan untuk membubarkan demonstran membuat Presiden
terhina dan para tamu dari Iran menyeka air mata mereka dalam sorotan
Televisi), dan kini Carter membalas keramahan itu dengan menghabiskan malam
tahun baru di Teheran.
Shah terus memusatkan kekuasaan di tangannya sendiri dan
menutup segala peluang untuk perbedaan pendapat, Khomeini yang bicara blak
–blakan menjadi kaum oposisi yang mencari arahan dan kepemimpinan setelah
dikecewakan oleh kelas politik di dalm negeri. Kemampuan Khomeini menarik kaum
tradisionalis dan kaum muda progresif diabaikan oleh Shah, yang tidak mengerti
mengapa anakronisme nyata semacam itu dapat menarik kaum muda idealis. Berbagai
laporan diplomatic mengindikasikan bahwa sebagian pengamat Barat tidak yakin
tentang cap “reaksioner” yang diberikan kepada Khomeini oleh Savak. Namun, Shah
memutuskan pada Januari 1978 bahwa sudah waktunya untuk menangani Khomeini.
Sebagai balasan atas khotbah terakhir Khoemini, Shah membuat tulisan opini
penuh caci maki di surat kabar Persia Etelaat di mana sang Ayatullah yang mulai
berumur digambarkan sebagai boneka Britania yang memiliki asal-usul India.
Terlepas dari cacian itu, sebagian besar dari tulisan tersebut merupakan sebuah
pengulangan kosong mengenai visi imperialnya, yang menbuat banyak orang tidak
meragukan sumbernya.
Dilihat secara parsial, artikel opini itu merupakan sebuah
tindakan tiada guna.
Artikel ini menyinggung banyak isu Iran tahun 1970-an
sehingga memicu gelombang kemarahan dan kemurkaan di kalangan pengikut
Ayatullah Khomeini. Sebagian sudah siap untuk momen seperti ini, dan para
pengamat mengatakan bahwa kedisiplinan di kalangan “kerumunan” tetap terjaga,
dengan sedikit penjarahan secara acak dan pembidikan bangunan-bangunan
pemerintah yang spesifik. Demonstrasi dan huru-hara meledak di Qom dan Tabriz,
dimana pemerintah tidak siap menghadapinya, dengan mengirim deretan tank
bukannya pengendali huru-hara. Konsul Amerika di menceritakan bahwa huru-hara
tersebut sebgian besar bermotif religious dengan nyanyian anti monarki dan
serangan terhadap para wanita yang berpakaian kurang layak namun tanpa indikasi
sentiment anti Barat selain upaya sesaat massa untuk menyerang beberapa hunian
Barat. Namun pada awal musim panas, sikap anti-Amerika menjadi bagian esensial
dalam strategi oposisi, dengan tujuan menakut-nakuti para pekerja Amerika dan
melemahkan apa yang dianggap banyak pihak sebagai tonggak utama rezim monarki.
Walaupun beberapa orang berpendapat bahwa revolusi masih
berlangsung, rentang-waktu terjadinya revolusi terjadi pada Januari 1978 dengan
demonstrasi besar pertama, dan ditutup dengan disetujuinya konstitusi teokrasi
baru – dimana Khomeini menjadi Pemimpin Tertinggi negara – pada Desember 1979.
Sebelumnya, Mohammad Reza Pahlavi meninggalkan Iran dan menjalani pengasingan
pada Januari 1979 setelah pemogokan dan demonstrasi melumpuhkan negara[4], dan
pada 1 Februari 1979 Ayatullah Khomeini kembali ke Teheran dari pengasingannya
yang disambut oleh beberapa juta orang Iran.
Kejatuhan terakhir Dinasti Pahlavi segera terjadi setelah1
Februari 1979 dimana Angkatan Bersenjata Iran menyatakan dirinya netral setelah
gerilyawan dan pasukan pemberontak mengalahkan tentara yang loyal kepada Shah
dalam pertempuran jalanan. Iran secara resmi menjadi Republik Islam pada 1
April 1979 ketika sebagian besar Bangsa Iran menyetujuinya melalui referendum
nasional.
Revolusi Iran ini memiliki keunikan tersendiri karena
mengejutkan seluruh dunia. Revolusi Iran menghasilan perubahan yang sangat
besar dengan kecepatan tinggi ; mengalahkan sebuah rejim, walaupun rejim
tersebut dilindungi oleh angkatan bersenjata yang dibiayai besar-besaran dan
pasukan keamanan; dan mengganti monarki kuno dengan ajaran teokrasi yang
didasarkan atas “Guardianship of the Islamic Jurist” (atau velayat-e faqih).
Hasilnya adalah sebuah Republik Islam “yang dibimbing oleh ulama berumur 80
tahun yang diasingkan ke luar negeri dari Qom“.
Revolusi ini terjadi 2 tahap. Tahap pertama bermula pada
pertengahan 1977 hingga tahun 1979 yaitu pemberontakan menentang Shah Iran yang
dipimpin oleh pihak liberal, golongan haluan kiri dan kaum agama. Tahap kedua
kembalinya Ayatollah Khomeini ke Iran dari pengasingannya di Perancis dan
menjadi pemimpin Revolusi Iran pada 1 Pebruari 1979[5] .
Penyebab terjadinya Revolusi Iran akibat kesalahan-kesalahan
Shah Iran
Kebijakan Shah Iran yang kuat untuk melakukan westernisasi
dan kedekatan dengan negara barat (Amerika Serikat) berbenturan dengan
identitas Muslim Syi’ah Iran. Hal ini termasuk pengangkatannya oleh Kekuatan
Sekutu dan bantuan dari CIA pada 1953 untuk mengembalikannya ke kekuasaan,
menggunakan banyak penasihat dan teknisi militer dari Militer Amerika Serikat
dan pemberian kekebalan diplomatik kepada mereka, semua hal tersebut
membangkitkan nasionalisme Iran, baik dari pihak kaum agama dan maupun sekuler
menganggap Shah Iran sebagai boneka barat. (Sumber: Wikipedia).
Pendukung utama revolusi iran ini adalah kaum agamawan
muslim terutama mereka yang berasal dari golongan Syi’ah. Kota-kota basis
pendukung revolusi ini adalah Teheran, Qom dan Masyhad.
Dampak revolusi iran dalam bidang politik[6] adalah
bergantinya bentuk kerrajaan menjadi republik islam dimana terdapat presiden
dan jajaranya sebagai kepala pemerintahan, namun juga terdapat dewan ulama yang
menjadi semacam atasan badan eksekutif, legislatif, yudikatif maupun angkatan
bersenjata. Pada awal revolusi islam dewan ini dipimpin oleh ayatollah rphollah
khomeini, sepeninggal beliau, kedudukanya digantikan olerh ayatollah ali
khameni. Bentuk pemerintahan seperti ini juga bisa disebut sebagai teokrasi,
yaitu dimana tuhan lah yang menjadi pemimpin negara, hanya saja ia diwakili
oleh pemuka agama atau pejabat yang memperoleh petunjuk illahi.
Ayatollah adalah gelar peringkat tinggi yang diberikan
kepada Dua Belas Ulama Syiah Usuli. Mereka yang membawa gelar tersebut adalah
ahli dalam studi Islam seperti hokum, etika, dan filsafat dan biasanya mengajar
di seminari Islam. Para ulama peringkat yang lebih rendah berikutnya adalah
Hojatoleslam wal-muslemin. Ayatollah adalah sama di peringkat Uskup atau
Kardinal dalam Katolik, dan Rabbi Kepala dalam Yudaisme.
Nama "Ayatollah" berasal dari Al-Qur'an di mana
manusia juga dapat dianggap sebagai tanda-tanda Allah, terjemahan literal dari
judul. 51:20–21 of the Quran states: 51:20-21 dari Quran menyatakan:
“Di bumi adalah tanda-tanda (ayat) untuk kaum yang meyakini,
Seperti juga dalam diri Anda sendiri: Apakah kamu tidak melihat?”
Dari sekian banyak ayatollah dikenal sebutan ayatollah utama
atau Grand Ayatollah, beberapa nama ayatollah utama yang terkenal antara lain,
Ayatollah Rohollah Khomeini, Ayatollah Ali Khameni, dan ayatollah Ali sistani,
mereka adalah beberapa nama ulama yang juga menjadi pemimpin spiritual bangsa
Iran.
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, Ali . 2008 Supremasi Iran : Poros Setan atau Super
Power Baru. Jakarta : Zahra
Cahyo, Agus. 2011. Tokoh-Tokoh Dunia yang Paling dimusuhi
Amerika dan Sekutunya. Jogjakarta : Diva Press
Fealy, Greg. 2007. Jejak Kafilah : pEngaruh Radikalisme di
Indonesia. Bandung : Mizan
Maulan, Mirza. 2007. Mahmoud Ahmadinejad : Singa Persia VS
Amerika Serikat. Jogjakarta : Garasi
Comments
Post a Comment